Sunday, January 25, 2009

LUPUS - The Great Imitator Disease


LUPUS: The Great Imitator Disease 

Pertama kali mendengar kata Lupus, di kepala saya langsung keluar sosok tinggi kurus dengan rambut jambul dan permen karet yang dikulum….Lupus Hilman, si ganteng jahil yang banyak temannya. Tapi di artikel ini saya tidak bercerita tentang si Lupus Hilman, melainkan Lupus, The Great Imitator Disease …tidak saling berkaitan sama sekali, kecuali kesamaan nama yang tidak disengaja.

Dulu rasanya penyakit Lupus ini jarang terdengar, tapi belakangan ini saya merasa lebih sering mendengar penyakit tersebut…..mungkin ini juga disebabkan karena kesadaran dokter dan pasien dalam mengenali gejala Lupus semakin baik. Dan ketika akhirnya salah seorang kerabat dekat saya berkonsultasi ke saya dengan segala kebingungannya bahwa ia juga mendapat diagnosa Lupus, saya memutuskan untuk memberi perhatian lebih pada penyakit yang satu ini.

Lupus bukan penyakit baru, bahkan kisah perjalanan penyakit ini bisa dibagi menjadi 3 bagian:
- Periode klasik. Penyakit ini pertama dikenal saat “middle-ages” dengan ditemukannya gejala klinis penyakit ini di kulit dan di periode ini juga istilah Lupus pertama kali di populerkan oleh Dr. Rogerius (seorang ahli bedah Italia). Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti serigala (wolf) karena gejala klinis Lupus di kulit muka dikatakan menyerupai gigitan serigala (wolf’s bite). Warna merah pada kulit yang diserang dikenal dengan istilah eritematosus, sehingga secara lengkap disebut Lupus Eritematosus.
- Periode neoklasik. Periode ini ditandai dengan ditemukannya gejala sistemik (menyeluruh) dari Lupus, yang artinya Lupus tidak hanya menyerang kulit, tapi juga menyeluruh ke organ organ tubuh lain dan bisa berakibat fatal. Disini dikenal istilah Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
- Periode modern. Periode ini ditandai dengan ditemukannya sel Lupus Eritematosus (LE Cell) pada tubuh penderita Lupus di tahun 1948. Saat ini tes sel LE tersebut sudah jarang dipakai karena dianggap tidak spesifik lagi untuk mendiagnosa Lupus.

Meskipun perjalanan penyakit Lupus sudah sedemikian lamanya, ternyata bukan hal yang mudah untuk mendiagnosa Lupus, gejala yang ditimbulkan sangat beraneka ragam dan menyerupai penyakit penyakit lain (The Great Imitator) sehingga dokter pun sering tertipu dan tidak menyangka sama sekali kalau yang sedang dihadapi adalah si Lupus ini. Akibatnya bisa ditebak, pasien keliling berbagai dokter dengan beraneka ragam keluhan yang tidak kunjung usai, meminum obat berbagai macam sampai akhirnya tanpa disadari penyakit menjadi parah dan penderita tidak tertolong lagi.

Hampir 90% penderita Lupus adalah wanita dan umumnya timbul (the onset of the disease) bervariasi antara usia 15 hingga 44 tahun. Lupus merupakan penyakit autoimun, dimana sistem kekebalan tubuh pasien salah mengenali sel sel tubuhnya sendiri dan dianggap sebagai benda asing sehingga malah menyerang sel sel sehat dan jaringan tubuh sendiri. Sampai saat ini Lupus belum bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan sehingga penderita Lupus (odapus) berada dalam kondisi remisi (kondisi dimana gejala berkurang atau hilang total) dan bisa menjalankan aktivitas sehari hari.

Karena gejalanya yang begitu bervariasi, boleh dibilang tidak ada 2 penderita Lupus yang bahkan mempunyai gejala yang sama. Untuk membantu dokter memudahkan mengenali Lupus, 11 kriteria Lupus telah disusun oleh ARA (American Rheumatism Association). Jika pasien memiliki 4 atau lebih dari kriteria ini, besar kemungkinan pasien tersebut menderita Lupus. 

Berikut kriteria tersebut:
1. Malar rash: rash kemerahan di wajah yang bentuknya menyerupai kupu kupu sehingga dikenal juga dengan sebutan “butterfly rash” 
2. Discoid skin rash: rash bundar (rounded appearance) kemerahan di kulit.
3. Photosensitivity: Skin rash yang timbul karena terkena paparan sinar matahari
4. Mucus membrane ulcers: luka di daerah mulut, hidung atau tenggorokan
5. Arthritis: radang sendi atau lebih popular disebut rematik
6. Pleuritis/pericarditis: radang pada selaput paru paru/jantung sehingga penderita sering merasa sakit dada pada saat bernafas.
7. Kidney abnormalities: kelainan ginjal, bisa dipastikan dengan pemeriksaan urin
8. Brain irritation: bisa ditandai dengan kejang, atau psikosis (istilah psikiatri untuk menggambarkan keadaan “loss of contact with reality”)
9. Blood count abnormalities: kelainan darah, bisa berupa anemia, leucopenia (leukosit kurang dari normal) atau trombositopenia (trombosit kurang dari normal, seperti gejala demam berdarah)
10. Immunologic disorder: kelainan tes imunologik (contohnya anti ds-DNA positif)
11. Antinuclear antibody positif: tes ANA positif. Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit penyakit autoimun.
Selain 11 kriteria di atas, tergantung dari gejala klinis yang timbul pada pasien bisa ada tes tambahan lain untuk membantu memastikan diagnosa. 

Dilihat dari kriteria tersebut, pasien bisa datang ke dokter kulit dengan keluhan rash, bisa ke dokter penyakit dalam dengan keluhan rematik, jantung atau ginjal, bisa juga datang ke dokter saraf untuk keluhan kejang atau ke hematolog karena anemia. Bisa dibayangkan berbagai macam obat yang harus diminum oleh pasien tanpa tahu biang keladi sebenarnya adalah Lupus.

Penanganan Lupus tergantung dari bagian tubuh yang diserang dan juga tergantung dari parah atau tidaknya kondisi pasien. Sekali lagi, Lupus belum bisa disembuhkan, jadi penanganan Lupus terutama untuk membantu menghilangkan rasa sakit dan inflamasi yang terjadi pada jaringan tubuh yang terserang.
Secara umum, penanganan Lupus dengan:
- Non-inflamasi anti steroid (NSAID), contohnya: aspirin, atau ibuprofen. Obat obat golongan ini biasa digunakan apabila jaringan yang diserang terbatas dan sakitnya juga tidak terlalu hebat.

- Antimalarial medications, contohnya chloroquin, hydroxychloroquine (Plaquenil) juga dapat dipakai untuk membantu mengontrol gejala sistemik Lupus. 

- Corticosteroid, contohnya: prednisone. Obat obat golongan ini diberikan jika Lupus menyerang organ organ dalam. Selain diminum bisa juga diberikan intravena (penderita masuk RS) jika serangan berat dan cenderung fatal. Sayangnya, obat obat golongan ini bisa memberikan efek samping yang cukup serius jika diberikan dalam waktu lama dengan dosis berlebihan. Kerjasama antara pasien dan dokter sangat diperlukan sehingga dosis dapat diatur seminimal mungkin tetapi Lupus masih tetap terkontrol.

- Immunosuppressive agents, contohnya methotrexate. Obat obat golongan ini ditujukan untuk menekan system kekebalan tubuh dan diberikan jika gejala Lupus yang keluar lebih berat. Penggunaan obat ini harus dalam pengawasan dokter karena mempunya efek menekan sistem kekebalan tubuh sehingga pasien juga lebih rentan terhadap berbagai infeksi.

- Selain dengan obat obatan, sesuai dengan gejala masing masing pasien juga sebaiknya mengenali situasi kapan gejala mudah timbul. Misalnya, jika rash Lupus timbul setelah aktivitas di luar ruangan terkena matahari, maka gunakan sunscreen, atur waktu aktivitas supaya tidak terkena langsung sinar matahari, dsb. 

Demikan cerita saya mengenai Lupus. Jika ada yang merasa mempunyai gejala-gejala mengarah ke  Lupus, jangan panik. Penyakit ini bisa ditanggulangi secara maksimal jika ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara pasien dan dokter.

Ada kutipan yang saya ambil dari S.L.E. Lupus Foundation:
“Don’t Panic, But Please Don’t Wait”
Unfortunately, many people have lupus for a long time before it's detected. If you think you may have lupus, immediately contact a doctor for an initial diagnosis. If you do have lupus, it needs to be treated and managed very quickly. This is not something to put off!

Salam sehat,
Kathryn-Tokyo.

References: 
https://www.lupus.org/s3fs-public/Doc%20-%20PDF/Ohio/ACR_handout.pdf

No comments:

Post a Comment