Friday, July 31, 2009

Q & A (July 2009)

SUBJECT: Saraf terjepit? Herniated Nucleus Pulposus/HNP?

HNP (Herniated Nucleus Pulposus) menggambarkan kondisi terjadinya hernia (keluarnya isi gelatin, yang disebut nucleus pulposus tersebut) di tulang belakang. Hernia ini paling sering terjadi di daerah punggung bagian bawah dan biasanya banyak terjadi pada individu usia lanjut dengan pekerjaan yang banyak membungkuk atau mengangkat.

Akibat dari hernia ini bisa menekan saraf yang berjalan di sepanjang tulang belakang dan akhirnya menimbulkan gejala gejala seperti nyeri punggung yang diikuti rasa sakit yang menjalar ke kaki, nyeri yang makin terasa bila batuk, bersin atau mengedan, kesemutan atau baal di kaki, bahkan kadang kadang pasien juga tidak dapat berdiri tegak karena rasa nyeri dan ketegangan otot yang terjadi.

Selain pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit, pemeriksaan penunjang seperti foto tulang belakang (spine x-ray) atau CT scan (spine CT) bisa membantu memastikan diagnosis HNP tersebut.

Sebagian besar pasien terutama dengan gejala ringan HNP bisa diatasi dengan istirahat dan meminum obat analgesik non-steroid diikuti dengan perbaikan postur tubuh (biasakan postur tubuh tegak) untuk mencegah HNP. Pada kasus yang berat bisa dilakukan suntikan steroid atau bahkan operasi bila tidak ada respon dengan terapi konservatif. Silahkan berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis saraf (neurology) di daerah anda.

# Pertanyaan lain tentang gejala HNP:

Dari gejala yang Bapak rasakan, kemungkinan besar memang anda mengalami HNP atau istilah awamnya, saraf terjepit. Lokasi HNP nya di daerah punggung belakang bawah sehingga mengenai saraf yang berjalan ke arah kaki dan anda pun merasakan gejalanya seperti kesemutan di kaki.

HNP ringan memang gejalanya bisa hilang sendiri apabila si nucleus pulposus kembali pada posisinya semula dan tidak menekan saraf, bahkan dengan perbaikan postur tubuh atau fisioterapi saja, gejala HNP bisa hilang sama sekali. Sebagai informasi tambahan, salah satu cara terapi dengan berenang (hydrotherapy) cukup banyak membantu mengatasi gejala HNP ini. Sekedar informasi tambahan, saya tidak sengaja menemuka site ini yang ternyata dikelola oleh dokter spesialis rehabilitasi medik (disclaimer: saya tidak ada hubungan apapun dengan klinik ini). Semoga bisa membantu.

http://hydrotherapyklinik.com/default.asp

Sebaiknya Pak H segera berkonsultasi ke dokter agar bisa segera diketahui seberapa parah HNP yang diderita, karena sudah cukup lama ya merasakan HNP ini. Sebenarnya ke dokter umum juga tidak masalah, tapi jika ternyata HNP cukup parah ada kemungkinan di rujuk ke spesialis saraf atau bedah saraf (operasi) untuk terapi lebih lanjut. Jadi terserah saja, sesuaikan dengan kondisi bapak juga. Begitupula dengan RS, di daerah Jakarta Pusat mungkin bisa ke RSCM atau ke dokter terdekat dengan lokasi bapak agar memudahkan untuk kontrol. Sedangkan untuk biaya, maaf, saya tidak bisa membantu memberikan informasi karena selain saya tidak tinggal di Indonesia, biaya juga relatif tergantung dokter atau RS-nya juga.

# Pertanyaan lain tentang terapi HNP:

Saya tidak tahu seberapa parah pastinya HNP yang dialami ibu, tapi jika selama pengobatan yang saat ini dijalani tidak berkurang, besar kemungkinan HNP ibu cukup parah. Saran saya, kembalilah ke dokter saraf dan pastikan derajat keparahan HNP-nya (ibu juga boleh ke dokter lain, untuk second opinion). Ada kemungkinan ibu harus operasi untuk menuntaskan masalahnya, setahu saya operasi HNP umumnya berlangsung tidak lama (sekitar 1 atau 2 jam, tergantung kasus masing masing pasien) dan jika tidak ada masalah apa apa, pasien bisa keluar dari RS keesokan harinya.

Selain itu, coba perhatikan ke dokter spesialis rehabilitasi medik untuk memastikan terapi yang terbaik untuk ibu. Penggunaan lumbar corset juga bisa membantu memperbaiki postur tulang belakang dan mengurangi nyeri yang dirasakan.

SUBJECT: Penjelasan tentang Vitiligo?

Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi kulit, dimana melanin yang berfungsi memberi warna pada kulit menghilang. Akibatnya timbul bercak bercak putih di kulit seperti yang anda utarakan. Sampai saat ini penyebab pasti menghilangnya sel pembentuk melanin tersebut belum diketahui pasti, ada yang menyebutkan bisa disebabkan oleh kombinasi kelainan autoimun, genetik dan lingkungan. Karena penyebabnya yang belum diketahui ini juga, vitiligo belum bisa diesmbuhkan secara total.

Yang bisa dilakukan sementara ini adalah mengurangi atau menstop penyebaran bercak putih tersebut dan pada kondisi khusus jika lokasi timbulnya bercak putih tersebut stabil bisa dilakukan usaha untuk mengembalikan warna kulit seperti kulit normal di sekelilingnya dengan skin grafting misalnya.

Terapi yang diberikan tergantung dari jumlah bercak putih tersebut, ukuran, lokasi, seberapa cepat penyebarannya. Keefektifan terapi juga berbeda beda tergantung respon tubuh tiap individu.

Saran saya coba ke dokter kulit dan pastikan terapi yang paling tepat untuk anda. Sementara itu, jangan lupa usahakan hindari terkena sinar matahari langsung. Pakai sunscreen yang mengandung perlindungan terhadapa UVA dan UVB untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut. Selain itu, memakai sunscreen juga mengurangi efek gosong “kulit terbakar” sehingga perbedaan mencolok bercak putih dengan kulit normal bisa diminimalisir.

Sebagai informasi tambahan, ada hasil riset yang mengatakan bahwa mengkonsumsi gingko biloba bisa membantu menghambat proses penyebaran bercak putih vitiligo.

SUBJECT: Usus buntu?

Usus buntu (appendicitis) disebabkan adanya sumbatan pada lumen (rongga) appendix yang kemudian bisa diikuti dengan terjadinya infeksi oleh bakteri, dan timbul peradangan. Apabila akhirnya appendix pecah bisa menimbulkan infeksi di dinding selaput rongga perut yang bisa berakibat fatal.

Sumbatan pada lumen appendix tersebut umumnya disebabkan oleh fecalith (pengerasan feses) yang terjadi karena adanya keterlambatan pengosongan feses dari dalam usus. Karena itu salah satu cara mengurangi resiko terjadinya appendicitis dengan banyak memakan makanan sayuran, makanan berserat yang membantu memperlancar BAB.

Jika sudah terjadi serangan appendicitis, pengobatan terbaik memang hanya operasi (appendictomy). Dengan observasi gejala, kepastian diagnosis yang tepat, plus ditunjang operasi maka appendicitis bisa segera ditanggulangi dengan hasil yang memuaskan.

SUBJECT: Brown spot in forearm, skin cancer?

Yes J, I think you should go to the dermatologist and have further examination. Although we still don’t know the true diagnosis, new abnormal-looking areas of skin (a new growth, a spot or bump that’s getting larger or a sore that doesn’t heal within 3 months) should be considered as a warning sign of skin cancer.

If the doctor thinks your brown spot might be skin cancer, a sample of your skin will be taken to check under a microscope (skin biopsy). The treatment then will depend on the type of the skin cancer, the tumor’s size, location and so on. Just consult to your doctor about your treatment options.

BTW, Medistra hospital is a fairly well known hospital, I am sure you will find a god dermatologist there (http://www.medistra.com/).

Sunday, July 12, 2009

The Effects of Drugs on Pregnancy

The Effects of Drugs on Pregnancy


There was a question from one member of “milis dokter” group asking if amoxicillin is safe to be given to his pregnant wife. The answer was yes; so far amoxicillin is a safe drug that can be given to an expecting woman. The next problems then, how far is it safe? Are there absolutely no side effects both for the mother and the baby? In case of pregnancy, isn’t there any deviation of body’s response to drugs? Unfortunately, for all these questions, the answers are still unclear. Meanwhile, I read a related article in TIME magazines “Pregnancy and Pills” which spotlighted our very little known information about drugs in pregnancy. A good topic I would like to share with you.

I believe we must be familiar with all precautions written in the drugs label, warning us to avoid nearly every kind of medication from the moment of conception onward. However, many pregnant women have to battle against psychiatric illness, cancer, autoimmune disease, influenza and other conditions that require treatment. This condition is leaving many unanswered questions; will the benefits of the drugs outweigh the risk to the baby? what is the appropriate dosage for a mom-to-be? According to the article, an obstetrics researcher group in Seattle recently concluded there is no way to give a pregnant woman enough of the antibiotic to be effective. Kidney function is so revved up during pregnancy that even in high doses, amoxicillin is excreted before it can work its magic. Jason umans, an internist and maternal-fetal pharmacologist at Georgetown University said that in emergencies, you always hear, “Treat the pregnant women first!” but then the joke should be “Yeah, how?”

Chronic illness like depression, diabetes and hypertension do not magically disappear during pregnancy. And as women delay child-bearing, more pregnant women are facing cancer. They have to choose between decline medications whose effects on fetus may be largely unknown or take the treatment and worry about the consequences. If they choose the latter approach, they will be asked to sign a raft of release form so doctors will not be sued if problems arise. “It was very frustrating,” said Patty Sosnader who received a diagnosis of Hodgkin’s disease at the end of her first trimester. “Everyone had their own opinion about what I should do, but there were no facts to support any of it.”

So far, we are using FDA guideline on classifying drugs and their effects on pregnancy. However, there are some facts that we should be aware of. See the table below:

It is also written in the article that an elite group of some 30 doctors, ethicists, scientists and government officials gathered in Washington this spring to launch a movement they are calling the Second Wave of clinical research (The first happened in the early ‘90s, when studies began to include large numbers of women) to start formulating an answer for many questions above. They will seek for better information on how drugs affect pregnant women. The Second Wavers suggest a test which analyzes the amount of medication circulating in the bloodstream of pregnant women who are already taking prescriptions drugs out of necessity. Actually, this kind of study has already been doing by National Institute of Health (NIH), where they seed pregnant women taking prescriptions drugs who are willing to stay in a hospital for at least 12 hours hooked up to an IV, ideally once a trimester. You need to be an extremely generous person to volunteer for that and so far, only fewer than 500 women have taken part in that studies. Yes, this is not an easy job, since research on pregnant woman will raise ethical issue too; but I believe this is a good move to have a more reliable evidence-based data about drug’s effects on pregnant women.

“People are very uncomfortable with shades of gray, and pregnancy is all gray” said Karen Feibus who oversees the FDA’s maternal health team. It is true, but of course all of us are hoping that someday we can paint the grey area with a clear distinct colour. Well, research studies on pregnant woman are just beginning. Let’s wait and see.

Reference:

- Life: Pregnancy and Pills (TIME, June 8, 2009)