Wednesday, August 26, 2009

You are what you eat!


You Are What You Eat!

Berdasarkan data dari United Nations (Wikipedia), Jepang berada pada urutan nomor satu sebagai negara dengan angka harapan hidup tertinggi. Usia rata rata harapan hidup pria Jepang adalah 79.0 sedangkan wanitanya mencapai 86.1 dan usia harapan hidup wanita Jepang ini merupakan yang tertinggi di antara negara lain di seluruh dunia. Indonesia sendiri berada pada urutan 110, masih dibawah Philipine pada urutan 100, tertinggal dari Malaysia yang berada di urutan 66 dan rasanya masih jauh untuk bisa mengejar tetangga mungil kita Singapore, di urutan 15.

Terlepas dari unsur adanya perbedaan kemajuan ilmu kedokteran, majunya sistem kesehatan, unsur tak terduga seperti tindak kejahatan, bencana alam dsb. Dari pengalaman saya sendiri dan saya rasa juga kita semua tahu, yang jelas berbeda di Jepang dengan negara lain yaitu makanannya! Selain orang Jepang senang makan ikan (dari yang mentah sushi-sashimi sampai yang matang, sudah jadi makanan sehari hari), saya perhatikan orang Jepang jarang yang pilih pilih makanan, kecuali memang mereka menderita penyakit tertentu. Rasanya belum ketemu orang Jepang yang hanya menyukai satu jenis makanan tertentu saja atau sebaliknya pantang tidak boleh makan ini, itu dsb. Mereka makan semua, tapi dengan porsi secukupnya. Mereka selalu bilang kalau setiap jenis sayur, daging atau buah dsb punya zat gizi tertentu yang penting untuk kesehatan. Nah, coba yuk kita lihat apa aja sih zat gizi yang banyak dikandung terutama dalam sayur mayur. Siapa tahu kita bisa ketularan umur panjangnya orang Jepang.

1. CABBAGE (Jepang: kyabetsu; Indonesia: kol)

Zat gizi: vitamin C (baik pada daun maupun batang/bagian yg kerasnya), vitamin U dan juga kalsium. Vitamin U ini meski tidak termasuk golongan vitamin pada umumnya, tetapi ia dikenal dalam pengobatan herbal dan merupakan zat yang dihasilkan tanaman/sayuran, terutama kol.

Manfaat: Baik untuk regenerasi selaput lendir lambung sehingga baik untuk menjaga kesehatan lambung. Dapat membantu mencegah peradangan lambung (gastritis). Vitamin C dan vitamin U juga bisa membantu kesehatan liver yang sudah bekerja keras mencerna lemak dari makanan. Karena itu di Jepang, biasanya jika makan ayam katsu (chicken katsu, ton katsu dsb) biasanya selalu satu set disediakan dengan irisan kol.

2. CELERY (Jepang: serori; Indonesia: seledri)

Zat gizi: Vitamin C dan Vitamin A (beta karoten). Selain itu lebih dari 40 jenis zat yang terkandung di dalamnya yang bisa membuat si celery ini berbau harum seperti terpenes dan berbagai plants’ essential oil.

Manfaat: Wangi harum yang dihasilkan celery bisa membantu meningkatkan nafsu makan. Vitamin C dan beta karoten baik untuk anti oksidan. Selain itu celery bermanfaat menurunkan tekanan darah dan berfungsi sebagai diuretik.

3. CUCUMBER (Jepang: kyuuri; Indonesia: ketimun)

Zat gizi: Kalium dan 95% terdiri dari air. Kalium ini bisa membantu menarik kelebihan garam/natrium keluar tubuh.

Manfaat: Mendinginkan tubuh, sehingga pada musim panas di Jepang sering di pinggir jalan orang berjualan ketimun dingin yang direndam air es. Mencegah penumpukan air sehingga sering irisan ketimun digunakan untuk mengkompres mata yang bengkak jika seseorang kurang tidur atau sehabis menangis. Pada proses pembuatan acar Jepang, ketimun ini juga membantu meningkatkan penyerapan vitamin B1 dan B2.

4. CARROT (Jepang: ninjin ; Indonesia: wortel)

Zat gizi: Vitamin A (beta karoten, alpha karoten, lycopene) dan zat pectin. Beta karoten di wortel ini terdapat tepat langsung di bawah kulit wortel, sehingga usahakan mengupas kulit wortel cukup tipis tipis saja atau jika memakan wortel organik, bisa makan bersama kulitnya. Jika digoreng secukupnya dengan minyak bisa meningkatkan kadar beta karoten sehingga sering irisan wortel dijadikan salah satu isi tempura.

Manfaat: Karoten yang diserap pembuluh darah berguna untuk proteksi terhadap kanker. Wortel dikatakan bisa menurunkan faktor resiko terkena kanker pankreas, kanker hati dan kanker prostat. Pectin bisa membantu mencegah diare dan serat di wortel ini bisa mencegah konstipasi.

5. EGGPLANT (Jepang: nasu; Indonesia: terong)

Zat gizi: Anthocyanin (memberi warna ungu pada terong). Anthocyanin banyak terdapat pada kulit terong tersebut, sehingga jangan buang kulitnya tapi masak dan makan terong bersama kulitnya.

Manfaat: Anti oksidan yang cukup potent. Berfungsi mencegah atherosclerosis (pengerasan pembuluh darah) dan juga sebagai anti kanker. Selain itu juga untuk menurunkan kadar kolesterol dan membantu mencegah penyakit kencing manis. Terong juga baik untuk yang sedang berdiet karena kalori rendah dan mencegah obesitas.

6. RUNNER BEAN (Jepang: saya-ingen; Indonesia: kacang panjang)

Zat gizi: Protein/asam amino lysine dan beta karoten. Lysine tidak diproduksi oleh hewan sehingga harus diperoleh dari tumbuhan, terutama jenis kacang kacangan (bean, legumes), salah satunya kacang panjang. Agar zat yang terkandung di dalamnya tidak hilang, usahakan jangan terlalu lama merebus/memasak kacang panjang.

Manfaat: Anti oksidan dan anti aging. Membantu penyerapan protein makanan, memperkuat pembuluh darah dan memperbaiki regenerasi kulit.

7. BROCCOLI (Jepang: burokori; Indonesia: brokoli)

Zat gizi: beta karoten, lutein, sulforaphane, vitamin C. Kandungan vitamin C yang terdapat di brokoli ini bahkan lebih tinggi dari buah lemon, tapi ia mudah larut dalam air saat pemanasan. Usahakan sebentar saja memasak brokoli dan jika direbus, bisa ditambahkan sedikit garam untuk meminimalisir kehilangan vitamin C.

Manfaat: anti oksidan, anti aging, dan brokoli menghasilkan zat sulforaphane yang diduga bekerja sebagai anti kanker yang cukup potent. Ada penelitian yang mengatakan bahwa memakan brokoli bisa melindungi dari keganasan kanker prostat. Selain itu brokoli juga bisa meningkatkan sekresi insulin sehingga bisa berfungsi sebagai anti diabetic/mencegah kencing manis.

8. ONION (Jepang: tamanegi; Indonesia: bawang bombai)

Zat gizi: enzim alliinase yang keluar saat bawang di potong. Enzim ini akan menghasilkan gas yang menyebabkan mata terasa pedas ketika memotong bawang bombai. Tapi, jika dimasak enzim ini akan berubah menjadi zat yang manis dan banyak kegunaannya. Mencuci dan memotongnya saat basah bisa membantu mengurangi gas yang dihasilkan, sehingga mengurangi rasa pedih di mata. Enzim ini menjadi kurang efektif jika terkena panas yang lama, jadi usahakan masukkan onion sesaat sebelum proses pemasakan selesai atau makan mentah digabung dengan salad. Di Jepang, salad sering menggunakan toping irisan onion mentah.

Manfaat: Enzim allinase ini dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan virus. Mencegah timbulnya thrombus (blood clot), membantu menaikkan kadar kolesterol baik (HDL) dan sebaliknya menurunkan LDL (kolesterol jahat).

9. MUSHROOM (Jepang: shiitake; Indonesia: jamur shiitake)

Zat gizi: Berbagai mineral, vitamin, termasuk beta-glucan yang terkandung dalam jamur shiitake dikenal dengan istilah Active Hexose Correlated Compound/AHCC.

Kegunaan: Menurunkan kolesterol, mencegah atherosclerosis (pengerasan pembuluh darah). Selain itu berbagai penelitian menunjukkan kemampuan shiitake meningkatkan system pertahanan tubuh dan mencegah kanker. Beta-glucan dikenal sebagai anti kanker, membantu meningkatkan survival-rate penderita kanker serta menurunkan kemungkinan kanker relaps/kambuh kembali. Selain itu rendah kalori, sehingga baik juga untuk diet.

10. CAULIFLOWER (Jepang: karifurawa; Indonesia: kembang kol)

Zat gizi: Vitamin C. Batang cauliflower lebih banyak mengandung vitamin C daripada kembangnya, jadi usahakan makan semuanya. Vitamin C di cauliflower tidak mudah hilang karena pemanasan, sehingga tidak perlu khawatir merebusnya. Saat merebus, kaldu yang keluar merubah warna air rebusan, ini bisa diatasi dengan menambahkan sedikit lemon atau sake.

Manfaat: Vitamin C akan mengaktifkan kolagen kulit dan mencegah timbulnya melanin maupun kerutan di kulit. Baik untuk kesehatan kulit. Selain itu membantu menghambat pembentukan lemak dan menurunkan kolesterol.

Memakan beraneka ragam jenis sayur mayur lebih baik daripada hanya satu jenis saja, karena berbagai kandungan vitamin yang terdapat di dalamnya secara natural akan berkolaborasi menjaga kesehatan tubuh. Intake alami vitamin dari sayur mayur, tentu lebih baik dibandingkan dengan asupan tablet vitamin.

Anak anak sering susah makan sayur dan disini peran orang tua sangat besar. Anak anak biasanya mudah meniru perilaku orang tuanya, biasakan makan sayur di rumah, tunjukkan rasa enak ketika menyantap sayuran dan anak anak akan menirunya. Kebiasaan pola makan orang tua biasanya akan menurun ke anaknya. Saya pernah menonton acara drama di televisi, ketika seorang remaja membanting piring dan tidak mau makan karena tidak enak, si nenek yang juga duduk di situ tidak memarahi cucunya, tapi ibunya. Seorang anak yang selalu mengeluh tidak bisa makan ini itu, adalah tanggung jawab orang tuanya (“oya no sekinin”), begitu kata si nenek.

Semoga artikel kali ini bisa bermanfaat untuk semuanya.

Salam sehat,

Kathryn-Tokyo

References:

- 安全においしく食べるための新しい栄養学 (Yoshida kiyoko, Matsuda sanae).

- Wikipedia


Sunday, August 2, 2009

Sepotong Kisah Dokter Muda


Sepotong Kisah Dokter Muda

Bosan juga rasanya nulis “ceramah” tentang penyakit. Apalagi belakangan saya malah jadi paranoid sendiri setelah nulis artikel. Menasehati orang lain supaya menjalani pola hidup sehat agar jauh dari penyakit.....lha saya sendiri saja sudah habis kekurangan waktu buat istirahat, makan pun tidak teratur, dan waktu khusus untuk olahraga bisa dihitung dengan jari. Ternyata memang gampang menasehati orang lain, tapi susah banget disiplin untuk diri sendiri. Saya taruhan, pasti banyak deh dokter dokter model kayak saya gini hehehehe. Jadi kali ini mau berbagi cerita ringan waktu dulu jadi co-ass alias dokter muda saja deh. Kalau ceritanya Ki Ageng beneran zaman dulu, kalo saya sih masih belum terlalu lama. Masih masuk kisah zaman modern hehehehe.

Setelah lulus dari pendidikan di fakultas kedokteran selama 4 tahun, kami harus masuk pendidikan klinik program studi profesi dokter (PSPD) selama 2 tahun, berkeliling ke semua bagian/stase. Ada stase mayor (anak, ob-gyn, penyakit dalam, bedah) dan ada stase minor. Di stase mayor, dan beberapa stase minor seperti anestesi, neurologi, psikiatri/jiwa ada giliran jaga malam, tugas poliklinik maupun tugas di bangsal. Oh ya, di fase pendidikan klinik ini kami disebut dokter muda (istilah kerennya) atau ko-ass (sering diplesetkan jadi: kelompok anak selalu salah .... dan memang sih, kayaknya nasib ko-ass ya salah melulu).

Berhubung universitas saya tidak punya RS sendiri, untuk menjalani pendidikan klinik tersebut kami semua dipecah dalam kelompok kelompok kecil terdiri dari 5-8 orang (bisa lebih 10 atau bahkan bisa hanya 3 orang, tergantung jumlah ko-ass yang ada dan kapasitas RS) dan di kirim ke RS pendidikan yang punya koneksi dengan universitas. Kelompok kecil ini selalu berbeda beda, karena ditentukan berdasarkan undian yang diatur pihak universitas. Jadilah saya bersama sama teman yang kena satu group bisa pindah pindah RS, dari RS Tarakan di Jakarta Barat, RS Fatmawati Jakarta Selatan, RS Budi Asih Jakarta Timur, RSAL Jakarta Pusat sampai RS Koja Cilincing (saya sudah kenyang nyetir sendirian ke semua tempat itu). Yang paling saya suka pas stase jiwa di RSJ Grogol....karena dekat banget sama rumah saya, tugas di sana serasa tugas di rumah sendiri hehehehehe.

Di setiap RS ini ada bagian yang terkenal pembimbing-nya killer” dan pasien-nya segabrekssss sampai sampai jaga malam bahkan tidak bisa duduk semaleman dan ada bagian bagian yang istilahnya surga, pasien tidak terlalu banyak dan dokter pembimbing-nya baik baik. Saya sih dengan suksesnya selalu dapat undian kena di bagian yang angker plus, selalu dapat undian dapat pembimbing dan penguji yang angker juga. Busyeet deh :( Oh ya temen temen di group juga berpengaruh, kalau lagi beruntung, bisa dapat temen temen yang enak satu group, sehingga susah sedih jaga malam, susah sedih dimaki maki dokter pembimbing depan pasien, juga jadi tidak berasa. Tapi kalo pas lagi apes dapat temen satu group yang mau menang sendiri ...wah nasib deh, beneran itu apes.

Stase yang paling berkesan buat saya, stase bedah. Saya mesti kerja di poly, di bangsal, di UGD dan pertama kalinya merasakan jaga malam. Untungnya dapat teman satu group yang kompak banget dan saking kompaknya, kami berhasil bikin para residen bedah ortopedi yang ganteng ganteng ikutan kompakan. Mereka bantuin kami jawabin tugas kasus yang diberikan penguji, sampai sampai ada penguji yang bingung dan mengatakan “sepertinya kok saya merasa pernah dengar ya dengan jawaban kalian…apa betul ini jawaban kalian?” hahahaha. Ternyata penguji-nya “ngeh” juga kalau jawaban kami sama persis dengan jawaban residen bedah. Jaga malam gantian saling cover, jadi bisa gantian tidur meski hanya 1-2 jam sehingga tidak terlalu tewas keesokan harinya. Oh ya, kalau jaga malam bukan berarti bisa pulang besok paginya. Jadi kalau dapat tugas jaga malam hari Selasa misalnya, itu berarti kami harus datang untuk ikut kegiatan sehari hari sejak Selasa pagi sampai sore, lalu dilanjutkan terus jaga malam sampai Rabu pagi, dan kembali ikut kegiatan sampai Rabu sore. Total kerja 36 jam. Pulang pun masih ada setumpuk referat dan tugas lagi (saya sendiri masih ada kerjaan tambahan kerja, jadi pulang rumah baru bisa jam 9 atau 10 malam). Kalau anggota group hanya sedikit, baru jaga, besok pulang, besoknya sudah jaga lagi. Seminggu mungkin hanya 2 hari ketemu bantal di rumah. Nah, waktu stase bedah ini ….jaga tiap hari juga gak apa, lha wong residen bedah yang nemenin jaganya itu baik baik dan ganteng ganteng. Temen saya ada yang meski bukan giliran jaga, malah jadi rajin bersedia gantiin atau temenin teman lain yang jaga! (saya heran, kenapa ya dokter bedah ortopedi kok rasanya ganteng ganteng sih ya, di Jepang sini juga, ada yang blasteran Jepang-Amerika …benar benar godaan deeeh).

Stase lain yang berkesan buat saya, stase neurology. Dapat stase susah, dengan pasien segabreks dan parahnya dapat pembimbing juga yang angker. Bayangkan, di antara pembimbing/penguji ada 3 orang yang terkenal susah dilewati, alias susah buat lulus langsung 1x ujian. Nah, saya dengan suksesnya dapat tugas presentasi kasus dengan salah satu diantara ke-3 orang tersebut dan ujian dengan 2 orang sisanya. Komplit, tiga tiganya di tangan saya. Pas ujian pasien, mendadak si pasien sesak napas padahal saya sudah dengan mantapnya tulis di hasil pemeriksaan kalau jantung dan parunya bersih. Langsung si penguji minta stetoskop saya dan cek langsung pasiennya. Rasanya saat itu saya sudah mau pingsan di tempat, muka sudah ikutan pucat ngalahin pucatnya pasien …sampai sampai pasiennya yang dengan berbaik hati membela saya bilang ke dokter penguji kalau dia memang sesak mendadak, sebelumnya tidak apa apa, sehat dsb. Untungnya, memang si dokter penguji juga tidak menemukan kelainan apa apa (thanks to my stethoscope!). Jadilah saya lolos dan setelah melewati diskusi yang membuat saya nyaris terkena serangan jantung, saya berhasil lulus langsung!! Kebetulan lagi, semua anak di group kami juga cukup rajin rajin dan akhirnya group kami di stase neurology itu jadi group pertama yang kesemua anggotanya berhasil lulus langsung tanpa ada yang tersisa harus mengulang. Semua perawat dan dokter pembimbing juga akhirnya mengucapkan selamat. Setelah itu (katanya siih) semua group yang masuk sesudah kami jadi dibandingkan dan dapat tekanan untuk bisa seperti kami. Yah, airmata yang berakhir dengan kegembiraan.

Eh, ada sedihnya juga sih stase ini. Di stase ini, engkong (kakek) saya meninggal. Saya sempat menghadiri acara tutup peti-nya tapi tidak bisa ikut menghantar ke tempat kremasi karena harus jaga dan tidak berhasil dapat pengganti. Pas nyetir jaga ke RS, di mobil saya mendadak dalam hitungan detik tercium bau kembang yang sama dengan kembang yang ditaruh di peti engkong. Yah apa boleh buat, saya hanya bisa berdoa dan minta maaf tidak bisa ikut mengantar ke tempat peristirahatan terakhir. Saya nangis pas di RS, pasien di ICU saya jaga, saya monitor dan saya pantau kondisinya, pasien meninggal pun saya ada disampingnya. Tapi, engkong saya sendiri tidak pernah bisa saya tunggui, tidak sempat saya cek (meski engkong bangga bercerita cucunya dokter), dan terakhirpun tidak dapat saya antar.

Stase lain yang juga meninggalkan kenangan, yakni stase ilmu jiwa dan forensik. Disini pasien saya berbeda, bukan orang sakit biasa seperti di stase lain. Pasien pasien jiwa membuat membuka mata saya untuk lebih peka menghargai orang lain di sekitar saya. Banyak di antara mereka menderita tekanan mental karena ada kejadian traumatik yang menimpa hidup mereka. Setelah mereka sembuh-pun, masih sulit diterima kembali di masyarakat. Cap “orang gila” seolah tidak lepas dari diri mereka meski mereka sudah sembuh, bahkan kadang keluarga mereka meninggalkannya begitu saja di RSJ tanpa pernah dijenguk sekalipun. Saat saya berinteraksi dengan mereka, ternyata saya merasa mereka punya hati yang bahkan lebih tulus daripada orang normal! Mereka tahu bahwa saya membutuhkan mereka untuk lulus ujian, dan mereka membantu dengan segenap hati meski kadang mereka harus kembali dengan pahitnya mengingat kejadian kejadian traumatik mereka atau halusinasi atau suara suara yang pernah mereka dengar hanya untuk supaya saya bisa menulis status medis si pasien dengan komplit!. Setelah selesai ujian, lulus, ya selesai. Kami melangkah terus ke depan meninggalkan mereka, sementara mereka hanya bisa tersenyum mengucapkan selamat dan kembali ke kamar masing masing. Sejak saat itu, saya tidak mau lagi bercanda mengolok olok pasien RSJ. Mereka juga manusia yang punya hati (yang hanya kebetulan kurang beruntung) dan harus dihargai keberadaannya.

Sedangkan “pasien” forensik membuat saya belajar menghargai hidup saya. Rasanya miris mengingat saya pernah mengotopsi pasien kecelakaan dengan nasi masih utuh di lambungnya. Bayangan bahwa ia baru saja menyelesaikan makan paginya untuk berangkat kerja ke kantor, ternyata malah berakhir di meja otopsi, sungguh membuat saya lebih menghargai hidup dan ingat ada kuasa yang lebih besar dari kuasa manusia. Selama di stase ini, setiap pagi pas berangkat saya jadi punya kebiasaan memperhatikan headline Pos Kota saat stop di lampu merah, ya..siapa tahu dapat bocoran seperti apa tugas yang menanti. Selama stase ini juga tidak pernah sekalipun saya menonton sinetron TV Indonesia yang penuh dengan kisah horor. Bisa repot soalnya kalau terbayang bayang pas jaga malam hahahaha. Oh ya, soal ujian di stase ini juga berkesan karena ujian diskusi hanya diberikan satu soal. Jawaban boleh bebas, dan dokter penguji hanya menilai logika dan alasan yang kami pakai untuk menjawab. Saya senang banget, karena setelah selesai ujian, sang penguji mengatakan saya cocok melanjutkan studi menjadi residen interna dan menawarkan seandainya saya juga mau menjadi dokter forensik. Sayangnya, saya merasa tidak cukup mampu untuk memenuhi keduanya, yang satu ilmunya terlalu berat dan susah, sedangkan yang satunya juga ilmunya tinggi, dan...... nyali saya tidak cukup untuk setiap hari bertemu “pasien” forensik.

Masih banyak cerita berkesan di setiap stase yang pernah saya lalui. Saya berterima kasih untuk para dokter dokter senior yang sudah meluangkan waktunya mendidik, dan juga dari pasien pasien yang banyak membuka mata saya. Tidak hanya ilmu kedokteran yang saya dapat, tapi juga filsafat kehidupan. Akhir akhir ini profesi dokter banyak disorot karena muncul berbagai kasus yang membuat orang mempertanyakan kualitas dokter di Indonesia. Saya akui, ada dokter yang memang bermasalah tapi juga tidak sedikit dokter yang sungguhan mempunyai hati seorang dokter.

Dokter juga manusia yang punya kelebihan dan kekurangan. Tidak mudah tetap tersenyum dan sabar menghadapi pasien, sementara anak sendiri di rumah sedang sakit dan tidak bisa ditunggui. Tidak mudah menghibur pasien yang berduka, sementara dokternya sendiri sedang berduka kehilangan anggota keluarganya. Meski begitu, saya juga mengakui memang itulah resiko tanggung jawab yang dipikul seorang dokter. Jangan jadi dokter hanya untuk gengsi, gelar semata mata karena akhirnya jadi tidak sepenuh hati menjalani tugasnya. Masyarakat juga harus jeli dan pintar melihat mana yang dokter sungguhan dan bukan.

Aah ....yah udah, saya jadi ceramah lagi deh terakhirnya. Semoga tidak kapok membaca tulisan saya.

Salam sehat,

Kathryn-Tokyo