Monday, November 23, 2009

God’s magnificent work: The human genome


God’s magnificent work: The human genome

Malam minggu setelah selesai berbelanja, saya sendirian menikmati makan malam, minum teh sambil membaca buku. Ini buku sudah lama beli tapi belum sempat dibaca habis, selalu saja keduluan sama buku lain yang lebih mendesak dibaca (buku pelajaran maksudnya :)) Nah, pas lagi asyik asyik baca, saya menemukan satu kalimat yang bikin saya kaget dan akhirnya memutuskan bagi bagi cerita disini.

Sudah sering kita membuat ‘joke’ tentang kemiripan antara kita manusia dan saudara kita, simpanse, gorila atau orang utan. Ya, jujur kita memang bersaudara dengan mereka. Secara genetik, hampir kira kira 98% kita identik dengan mereka! Hanya sedikit perbedaan genetik yang dibutuhkan untuk merubah wujud simpanse menjadi ‘the most ecological successful species’, manusia. Sejak awal pembuahan embryo manusia, wujud manusia sudah terprogram dalam deretan huruf penyusun genetik manusia. Tidak hanya wujud, bahkan takdir/nasib si manusia pun seperti intelektualitas, personality, minat, daya tahan tubuh terhadap penyakit, gender (juga mempengaruhi apakah seseorang akan menjadi gay atau lesbian), termasuk kematian semua seolah sudah tertulis di gen dalam tubuh masing masing individu.

Apa sih gen itu? Jika manusia diibaratkan buku, maka manusia terdiri dari 23 bab kromosom, setiap bab mempunyau ribuan kisah, disebut gen. Dalam setiap kisah tersebut ada paragraf utama yang dikenal dengan sebutan ‘exons’, diselingi iklan disebut ‘introns’. Setiap paragraph terdiri dari kata kata yang disebut ‘codons’ dan setiap kata terdiri dari (hanya) 4 huruf: A (Adenine), C (Cytosine), G (Guanine) dan T (Thymine). Sepertinya simple ya, tapi disitulah terletak keajaiban species yang bernama manusia ini. Satu saja urutan huruf itu berubah atau terbalik atau hilang, bisa merubah total jalan hidup si manusianya, sehingga tidak ada satupun individu di dunia ini yang sama persis! Bahkan anak kembar pun punya minat yang berbeda.

Saya tulis di atas, manusia mempunyai 23 kromosom, suatu fakta yang kita semua sudah tahu sejak masih di bangku sekolah. Tapi tahukah kita, kalau sebelumnya manusia juga disangka mempunyai 24 kromosom seperti halnya simpanse, gorilla dan orang utan. Pada tahun 1921, seorang ilmuwan Texas menyatakan bahwa ia menemukan 24 kromosom dari hasil pemeriksaan terhadap sel sperma manusia. Saat itu semua percaya dan tidak ada yang membantah hasil tersebut, bahkan dikatakan ada group ilmuwan yang sampai membatalkan hasil risetnya karena hanya menemukan 23 kromosom di sel liver. Baru pada tahun 1955, ketika seorang peneliti Indonesian bernama Joe-Hin Tjio yang kebetulan sedang meneliti di Lund, Swedia menyatakan terus terang bahwa ia hanya menemukan 23 kromosom. Ia bahkan kembali menghitung gambar kromosom di buku dan hanya menemukan 23 kromosom, meski keterangan gambar menyatakan ada 24. Jadi selama 30 tahun tidak ada yang berani mengemukakan fakta sebenarnya tentang jumlah kromosom manusia! “It was not, until 1955, when an Indonesian named Joe-Hin Tjio travelled from Spain to Sweden to work with Albert Levan, that the truth dawned” Begitu kalimat di buku yang saya baca, yang membuat saya tergerak menulis artikel ini.

Penemuannya menjadi tonggak sejarah baru dalam ilmu kedokteran dan genetik. Saya kaget, selama ini saya tidak pernah tahu kalau ternyata penemu pertama fakta 23 kromosom pada mansuia tersebut adalah orang Indonesia!! Pembaca bisa cari nama sang penemu Joe-Hin Tjio, di Wikipedia juga langsung keluar nama beliau. Ia terlahir di pulau Jawa, sempat dipenjara Jepang sebelum hijrah melanjutkan pendidikannya ke Belanda, lalu bekerja sebagai peneliti di Spanyol dan Sweden. Setelah penemuannya di publikasi, beliau pindah ke Amerika bekerja di National Institute of Health (NIH), Maryland. Pensiun di tahun 1992 dan tutup usia di tahun 2001. Suatu kebanggan tersendiri mengetahui hal ini, tapi sayang …kenapa rasanya nama beliau tidak ada ya di buku buku pelajaran di Indonesia? atau mungkin saya yang terlewat ya pas belajar dulu.

Penemuan tersebut sekaligus mengagetkan karena kromosom manusia yang hanya 23 berarti lebih sedikit daripada simpanse, gorilla dan orang utan. Setelah diteliti, bukan kromosom keluarga kera yang hilang satu, tapi ternyata 2 buah kromosom berfusi/bergabung menjadi satu. Kromosom nomor 2 di manusia ternyata merupakan gabungan dari dua buah kromosom kera.“Chromosome 2, the second biggest of the human chromosomes, is in fact formed from the fusion of two medium-sized ape chromosomes”. Selain kromosom nomor 2 tersebut, perbedaan nyata antara kromosom lainnya pada manusia dan kera sangat sedikit dan sulit dikenali, sehingga tidak heran dikatakan 98% dari diri kita adalah simpanse. Gorilla sendiri hanya 97% identik dengan simpanse, dengan kata lain, kita manusia lebih ‘bersaudara dekat’ dengan simpanse daripada gorilla!

Seperti yang saya tulis di atas, di dalam kromosom itulah tertulis kisah hidup kita masing masing. Intelektualitas misalnya, yang selama ini diyakini merupakan produk dari pengaruh lingkungan atau hasil “training”, ternyata sebenarnya juga disebabkan oleh genetik individu yang bersangkutan. Kromosom nomor 6 yang diduga sebagai kandidat gen yang berpengaruh pada intelektualitas tersebut. Penelitian pada anak anak pintar dengan IQ sekitar 160, didapatkan perbedaan susunan sequence huruf gen di dalam kromosom 6 tersebut yang berbeda dengan orang kebanyakan. Selain itu ada penelitian lain yang menunjukkan bahwa anak kembar yang dibesarkan terpisah memiliki korelasi IQ 76% sementara pada anak adopsi yang dibesarkan bersama sama, 0 %. Ini menunjukkan “being in the same family, has no discernible effect on IQ at all”.

Dikatakan juga dalam buku tersebut, pendidikan/sekolah yang bagus yang diberikan pada anak anak memang bisa secara dramatis meningkatkan hasil IQ mereka, tapi ternyata hanya sementara. Selepas sekolah dasar, mereka tidak maju lebih pesat dibandingkan anak anak yang ke sekolah biasa. Selain itu minat setiap anak juga dipengaruhi oleh gen. Anak anak akan menciptakan lingkungan mereka sendiri, berdasarkan minat mereka yang sudah tertulis dalam gen di dalam tubuh mereka. Jadi yang memang ‘dari sononya’ kutu buku, mereka akan mencari buku sendiri tanpa perlu dipaksa. “The environment that a child experiences is as much a consequence of the child’s genes as it is of external factors: the child seeks out and creates his or her own environment. The genes may create an appetite, not an aptitude”. Meskipun begitu, ini bukan berarti gen adalah segalanya, dan saya yakin banyak pembaca yang sudah mengalami bahwa lingkungan juga mempengaruhi intelektualitas seseorang.“Intelligence ‘genes’ cannot work in a vacuum; they need environmental stimulation to develop”.

Lain lagi kisah kromosom nomor 11, yang diduga berperan dalam menentukan kepribadian seseorang. Ada tipe orang yang punya percaya diri tinggi, ada yang pemalu, ada yang pendiam, ada yang bawel, ada yang menyukai tantangan, ada juga yang lebih suka cari jalan aman dsb. Ternyata kepribadian tiap individupun tertulis dalam gen tubuhnya. Dalam kromosom nomor 11 itu terdapat gen yang mengatur senyawa kimia yang disebut ‘dopamine’. Dopamine ini merupakan ‘neurotransmitter’ yang bekerja pada sel sel khusus di otak, termasuk mengatur aliran darah ke otak. Kekurangan dopamine di otak bisa menyebabkan kepribadian seseorang menjadi dingin, sulit mengambil keputusan dan pada kasus yang ekstrim (dikenal dengan ‘Parkinson disease’), bahkan tidak bisa mengatur gerak tubuhnya sendiri. Sebaliknya, kelebihan dopamine di otak diduga menjadi perantara penyebab schizophrenia dan timbulnya halusinasi. Dengan kata lain, “Dopamine is perhaps the brain’s motivation chemical”.

Selain dopamine, ada juga senyawa lain yang dikenal dengan nama ‘serotonin’ yang gen nya terletak di kromosom nomor 17. Dikatakan individu dengan kadar serotonin yang tinggi cenderung lebih mudah bekerja sama dengan orang lain, suka kebersihan dan hati hati. Tidak heran pada pasien ‘obsessive-compulsive disorder’ pengurangan kadar serotonin bisa membantu mengatasi gejala yang timbul. Sebaliknya, kadar serotonin yang terlalu rendah sering ditemukan pada individu yang terlibat tindak kriminal atau berniat melakukan bunuh diri. Selain itu dikatakan juga, semakin tinggi tingkat kepercayaan diri atau status sosial seseorang juga cenderung meningkatkan kadar serotonin tubuh. Sekali lagi, meski kesannya kemungkinan seseorang menjadi kriminal dipengaruhi oleh senyawa kimia dalam tubuhnya, bukan berarti lingkungan tidak berpengaruh sama sekali. Seperti tertulis dalam buku itu juga, “Your brain chemistry is determined by the social signals to which you are exposed”.

Ternyata memang manusia luar biasa! Begitu hebatnya Arsitek pembuat manusia, sehingga satu sama lain unik dan berbeda. Jadi hargailah setiap individu manusia yang kita temui dengan berbagai kepribadiannya dan bersyukurlah atas kehidupan sebagai manusia yang kita terima. Bayangkan, jika saja si kromosom nomor 2 itu tidak menyambung, mungkin kita tidak ada di depan komputer dan membaca artikel ini, tapi ada di kebun binatang atau hutan!

"Treat others as you want them to treat you because what goes around comes around".

Salam sehat,

Kathryn-Tokyo

References:

GENOME – The autobiography of a species in 23 chapters (Matt Ridley).

Joe Hin Tjio: http://en.wikipedia.org/wiki/Joe_Hin_Tjio

Images: http://www.scq.ubc.ca/the-genetic-basis-of-intelligence/

http://nihrecord.od.nih.gov/newsletters/02_11_97/main.htm