Monday, September 27, 2010

Do We Have Food Safety in Indonesia?


Do We Have Food Safety in Indonesia?

Sambil istirahat makan siang biasanya saya suka menyempatkan diri baca berita berita dari Indonesia ataupun buka KoKi. Tidak sengaja, mata saya melihat berita ini:
Pas baca isinya, aduh tiba tiba selera makan siang saya hilang karena ingat sehari sebelumnya, baru saja mami saya beli kemiri di toko Indonesia yang berada di Tokyo. Saya jadi khawatir, dan mami menghibur katanya, mungkin tidak apa apa karena kemiri kualitas ekspor. Tapi justru itu, jadi was was… apa yang bentuknya bagus, bersih justru malah yang sebenarnya hasil polesan bahan kimia.
Saya jadi membayangkan sudah berapa banyak bahan kimia, pestisida dan sebagainya yang masuk ke perut saya selama puluhan tahun saat masih tinggal di Indonesia. Jangankan restoran restoran atau warung yang ada di pinggir jalan, yang di mall atau hotelpun, apakah bisa menjamin kualitas bahan masakan yang mereka pakai. Kebetulan lagi masakan Indonesia kebanyakan tidak perlu daging segar, tidak ada kebiasaan makan makanan mentah atau masakan dengan sedikit bumbu. Di Indonesia kebanyakan masakan kaya bumbu, sering daging atau sayur sudah direndam bumbu berhari hari, digoreng dengan berbagai macam perasa sehingga tidak perduli kualitas rasa dagingnya, yang masuk di lidah adalah rasa bumbunya, bukan dagingnya. Berbeda dengan masakan di Jepang yang rata rata hambar sehingga kualitas daging atau sayurnya yang penting, plus, kebiasaan makan makanan mentah yang justru menuntut kesegaran bahan makanan yang disajikan.
Berawal dari berita tentang merica dan kemiri, saya jadi iseng mencari berita berita lain yang berkaitan, dan ini hasilnya:
Boraks dan formalin: Lalat saja nggak doyan:
Korban jamu oplosan jadi 11:
BPOM Denpasar Temukan Ribuan Produk Makanan Berbahaya:
Muara Karang dan Teluk Jakarta Tercemar Logam Berat:
Ini baru sebagian dari berita berita yang saya dapat, dan sayangnya saya tidak (atau mungkin belum) menemukan berita selanjutnya tentang tindakan nyata yang diambil oleh pemerintah terkait kasus kasus tersebut.
Di kepala saya jadi berputar lagi mengkaitkan kualitas keamanan bahan makanan di Indonesia dengan meningkatnya kasus kanker di Indonesia. Saya tidak punya data angka yang jelas berapa banyak kasus kanker di Indonesia dari tahun ke tahun, sepintas saya coba cari di internet dan saya mendapatkan sumber dari tempo interaktif. Dikatakan, kasus kematian akibat kanker di Indonesia meningkat dari 3.4 % (tahun 1980) menjadi 6% (tahun 2001), berarti hampir 2 kali lipat meningkat! Tidak heran saya merasa di sekeliling saya, banyak orang yang saya kenal menderita kanker di usia yang masih muda, 30 hingga 40 tahunan, bahkan ada yang masih di usia 20 tahunan. Moderator KoKi tercinta kita juga harus pergi meninggalkan kita di usia yang masih muda ...lagi lagi karena kanker.

Memang penyebab pasti kanker belum jelas, yang bisa kita tahu hanya ada faktor faktor resiko yang bisa mempengaruhi seseorang untuk terkena suatu jenis kanker. Salah satu faktor yang sering kita dengar adalah faktor genetik, betul memang, ada beberapa jenis kanker yang terjadi secara familial atau herediter dan jika ada anggota keluarga dekat yang menderita kanker, sebaiknya anggota keluarga lain juga perlu waspada. Nah, tidak ada faktor genetik bukan berarti kita lengah, faktor lingkungan dan gaya hidup sehari hari pun berperan besar untuk menjadi pencetus timbulnya kanker.

Banyak pasien yang divonis kanker kaget setengah mati ...kok bisa?! Sudah rajin olahraga, berat badan stabil, kolesterol bagus, rajin makan sayur, buah, ikan dsb, tapi kok bisa kena kanker? dan jawaban umumnya, ini cobaan dari Tuhan. Betul, memang banyak hal yang masih di luar jangkauan akal pikiran kita dan kuasa Tuhan berperan disini, tapi bukan berarti kita tidak mencoba menganalisa apa yang menjadi pencetus timbulnya si kanker ini. Salah satu yang akhirnya timbul di kepala saya ya ini, KUALITAS KEAMANAN bahan makanan di Indonesia. Rajin makan tempe, tahu ....tapi apa itu betulan tempe? betulan tahu? Apakah sayuran yang dimakan aman dari pestisida berlebihan? Apakah ikan yang dimakan tidak tercemar logam berat seperti berita di atas? Apakah merica yang dipakai bukan hasil pencucian bahan kimia? Mami saya cerita, sekarang kalau beli tahu di pasar harus tanya dulu mana tahu yang betulan tahu dan mana yang pakai formalin. Katanya kalau yang tidak pakai formalin biasanya harganya lebih mahal dan harus pesan dulu karena tidak tahan lama. Aduh, kasihannya rakyat Indonesia ....uang belanja jadi tidak cukup karena harus beli apa apa yang lebih mahal supaya terjamin kualitasnya. Bayangkan juga kalau yang ke pasar itu pembantu rumah tangga yang kebetulan tidak mengerti, cuma tahunya dikasih uang belanja yang harus cukup sebulan, pasti beli tahu yang murah ........dan berarti yang pakai formalin?? hanya Tuhan yang tahu.

Masalah keamanan bahan pangan di Indonesia ini harusnya juga jadi masalah bersama yang perlu dibahas dan masuk ke “prime time” televisi di Indonesia, bukan hanya gosip artis, atau sinetron tidak jelas. Sudah waktunya masyarakat Indonesia dibuka pikirannya terhadap masalah ini dan sudah waktunya pemerintah memberikan prioritas untuk mengatasinya. Apalagi sekarang ramai wisata kuliner di Indonesia, banyak restoran restoran yang menarik untuk dicoba. Jika kualitas bahan makanan yang dipakai tidak terjamin, entah zat apa yang masuk ke dalam perut, bertumpuk sedikit demi sedikit, sampai akhirnya mencetuskan penyakit (baca: kanker) dan angka harapan hidup generasi Indonesia mendatang ....bisa jadi mentok sampai usia 40 tahunan saja.
Semoga semua pikiran buruk saya ini tidak terjadi. Semoga ..semoga.

Salam sehat,
Kathryn-Tokyo.
References:
- Penderita kanker di Indonesia meningkat:

6 comments:

  1. Kathryn, memang mengenai perihal makanan atau sekaipun bumbu masak termasuk bahan mentahnya di Indonesia itu tidak ada standar kesehatannya, jadi kita sama sekali tidak mengetahui keadaan makanan di sana, segala sesuatu memakai bahan pengawet termasuk juga Formalin, dari susu bubuk untuk bayi sampai makanan di hotel2 juga sangat meragukan kualitasnya - C'Daki

    ReplyDelete
  2. Ko Daki, iya nih ...dan sedihnya hampir tidak ada berita tentang bagaimana tindak lanjut serius dari pemerintah dalam mengatasi hal tersebut :(

    Thanks ya sudah mampir di sini :)

    --
    Kathryn

    ReplyDelete
  3. Iya, di saat kita merasa beruntung karena tinggal di negara yg menerapkan standar tinggi atas kualitas makanan yg beredar, di sisi lain gue jg trenyuh terhadap nasib diri gue (selama tinggal di jkt sudah seberapa banyakkah zat2 racun yg tidak sengaja tertelan) dan orang2 di indo. Kenapa ya hal2 kayak begini dibiarkan? Kalo pemerintah di sini untuk hal2 kecil saja diberitain besar2 dan berhari2 tp sampe diusahakan dicari penyelesaiannya, kalo di indo kenapa ya hanya sampai tahap pemberitaan saja? Tadinya gue pikir ah pemerintah di sini terlalu cerewet, tp lama2 gue pikir apa sampe sebegitunyakah pemerintah di sini menghargai jiwa penduduknya dan sebegitu murahkah jiwa manusia indonesia di hadapan hukum?

    ReplyDelete
  4. Trus ada lagi website di youtube http://www.youtube.com/watch?v=j-ljW5YEdao, what do u think?

    ReplyDelete
  5. Hai Agatha (ini Marlene ya?)

    Yah..gitulah, penyelesaian untuk kasus kasus yang justru menyangkut kesehatan, kesejahteraan masyarakat malah tidak dapat prioritas. Payah deh :(

    Soal video McD, hmm.. gak bisa banyak komen nih soalnya belum tentu yang ditunjukkan dalam video tersebut sama seperti yang terjadi jika kita memakannya. Mekanisme pencernaan tubuh kompleks, ada asam lambung, enzim2 pencernaan dsb.

    OK, thanks ya sudah mampir!

    Regards,
    Kathryn

    ReplyDelete
  6. Memang begitu lah adanya keadaan di negara kita ini. SU Bumi

    ReplyDelete