Friday, October 25, 2013

Health is Wealth

Health is Wealth

Ketika sedang mencari gambar yang pas untuk slide penutup presentasi saya, tidak sengaja saya menemukan gambar yang bertuliskan “It is health that is real wealth” sepotong kutipan dari filsuf terkenal Mahatma Gandhi. Entah kenapa saya pandangi gambar tersebut, baca ulang pelan pelan kutipannya dan tidak ada kata lain selain 1000% setuju (bukan 1000% bohong ya, hehe) dengan kutipan tersebut.

Awal tahun ini ada seorang teman menceritakan anaknya yang di-diagnosa menderita Kawasaki Disease. Kawasaki Disease (KD) ini pertama kali diidentifikasi tahun 1967 oleh dr Jepang, Tomisaku Kawasaki. Penyebabnya hingga sekarang masih tidak jelas dan sering pada anak laki laki terutama di bawah usia 5 tahun. Sering ditemukan pada anak anak keturunan Asia seperti Jepang, Korea, tapi sekarang di seluruh dunia sudah banyak laporan kasus KD termasuk di Amerika, Eropa. Gejalanya demam tinggi berhari hari (lebih dari 5 hari, di atas 38 derajat) yang biasanya tidak responsive dengan pemberian obat penurun panas dan antibiotik. Diikuti gejala lain seperti mata merah, kedua telapak tangan, lidah merah. Terapi KD biasanya dengan infus gamma globulin (IVIG), dan aspirin untuk jangka panjang. Jika KD terlambat ditangani, bisa menyebabkan komplikasi inflamasi dan pelebaran pembuluh darah pada jantung yang beresiko menimbulkan serangan jantung di usia muda. Kebetulan anaknya teman tersebut juga seumuran dengan anak saya, jadi rasanya saya secara emosional ikut mengalami kegalauan yang dirasakan ibunya selama mendampingi si anak. Bayangkan, anak masih kecil harus masuk RS, tes darah, infus berkali kali, echo jantung dan sebagainya. Untunglah berkat pengobatan yang tepat akhirnya penyakitnya bisa respon dengan baik, ikutan lega banget rasanya. Sekedar informasi, di Jakarta juga sudah ada Kawasaki Center (RS Omni International) dan Perkumpulan Orang Tua Penderita Kawasaki Indonesia (POPKI).

Pertengahan tahun, giliran keluarga kami yang mendapat cobaan. Kedua mertua saya sudah berusia lanjut, umur 84 dan 75 tahun, masih sehat dan ingatan juga masih baik. Tahun ini saya juga sempat pulang kampung sebentar untuk merayakan 50 tahun ulang tahun perkawinan mereka. Nah setelah acara tersebut, mungkin kecapekan, kondisi kesehatan mereka menurun. Setelah pesta, mereka ikut kami balik sekaligus berlibur sebentar di tempat kami. Papa mertua entah kenapa beberapa kali jatuh tanpa sebab, puncaknya jatuh di kamar mandi sehingga kepala robek dan kami harus segera membawanya ke RS dengan ambulance. Untung saja tidak ada penurunan kesadaran dan hasil CT scan kepala juga baik, jadi cukup dijahit robeknya dan dirawat di rumah. Tidak lama setelah pulang ke Indonesia, tiba tiba kondisinya turun lagi, lemas, bicara tidak jelas, ada penurunan kesadaran, hingga diputuskan masuk RS. Dilakukan rontgen paru, EKG jantung, sampai CT scan kepala, tidak ditemukan penyebab yang berarti sampai akhirnya dari pemeriksaan darah lengkap, baru ketahuan kadar Natrium (Na) rendah (hyponatremia). Normalnya kadar natrium darah berkisar antara 135-145 mEq/L, sedangkan papa mertua saya hanya 103 mEq/L. Natrium ini senyawa kimia yang penting diperlukan tubuh supaya bisa bekerja dengan baik. Kadar natrium yang rendah, 115-120 mEq/L sudah bisa menyebabkan orang mengalami kejang, koma bahkan berhenti bernapas (respiratory arrest). Jadi tidak heran, papa mertua saya sampai lemas, linglung dan tindakannya jadi tidak terkontrol. Jika tidak cepat ditindaklanjuti, kekurangan kadar natrium bisa menyebabkan sel sel otak membengkak dan rusak. Setelah ketemu penyebab ini, baru diberikan infus Natrium (NaCl), ini pun harus dipantau karena kadar Natrium tidak boleh naik mendadak supaya tidak menginduksi masalah baru di selubung saraf otak. Penyakit kronik, obat obatan (biasanya orang tua sudah banyak minum obat macam macam), metabolisme tubuh yang sudah tidak efektif dsb membuat orang usia lanjut mudah mengalami hyponatremia. Jadi jika ada anggota keluarga yang sudah berusia lanjut dan tiba tiba ngomong kacau tanpa sebab jelas, coba cek kadar Natrium darahnya. Jika cepat tepat ditangani hasilnya baik. 

Selang sebulan setelah papa mertua baik, giliran mama mertua saya yang kondisinya menurun. Tiba tiba kami dikabari kalau mama mertua demam tinggi, sakit kepala, leher kaku. Sudah dibawa ke dokter, sudah minum antibiotik pun tidak ada perubahan. Karena takut kecolongan urusan Natrium lagi, langsung masuk RS. Setelah rontgen, ketemu penyebabnya ternyata ada radang paru (pneumonia). Kali ini kami kelolosan, karena selama ini gejala umum radang paru seperti batuk, pilek, sakit dada tidak ada. Mungkin kecapekan dan kami juga sebelumnya hanya fokus pada papa mertua yang dirawat di RS. Jadi diberikan infus antibiotik karena obat minum tidak efektif lagi. Pada orang usia lanjut, radang paru ini harus diperhatikan dengan baik karena bisa berakibat fatal. Ada tetangga di depan rumah saya, orang Jepang, berusia 88 tahun masih sehat, masih kelilingan naik sepeda sendiri dan bahkan masih rajin berkebun. Saya sering kebagian hasil panennya, dari kentang, wortel, terong, ketimun dsb. Tiba tiba saya dikabari kalau ia masuk RS karena terkena radang paru, kondisinya menurun hingga tidak bisa makan lewat mulut dan terpaksa dipasang tube di lambung untuk memasukkan makanan (gastric feeding tube). Setelah keluar RS dan dirawat di rumah, selang beberapa hari kemudian pas tengah malam tiba tiba kami dikejutkan oleh suara ambulance di depan rumah kami, tetangga kami tersebut dibawa ke RS lagi. Rasanya sudah gak enak, dan betul saja keesokan harinya, kami dikabari kalau beliau sudah meninggal. Sekarang tinggal istrinya sendirian, usia 85 tahun. Setiap ada kesempatan saya berusaha menengoknya, tiap kali bikin masakan yang sepertinya cocok buat orang tua, pasti saya antarkan, biar ikut menikmati cita rasa Indonesia dan tidak kesepian. Berbarengan dengan kejadian mama mertua saya ini, anak saya juga demam tinggi dan ternyata terkena “hand, foot, and mouth disease (HFMD)” atau yang dikenal dengan istilah “flu Singapore”. Untung anaknya tidak rewel, meskipun keluar sariwan banyak di dalam mulutnya tapi masih mau nurut makan minum sedikit sedikit supaya tidak dehidrasi. Saya berikan makanan yang lunak lunak seperti udon (Japanese noodle), puding, bubur. Setelah seminggu, semua berakhir baik. Mama mertua juga keluar dari RS dan anak saya juga sudah normal lagi aktivitasnya.

Bulan Agustus kemarin, tiba tiba saya dikabari untuk membantu melihat kondisi salah satu anggota keluarga saya yang katanya jatuh, dan perlu operasi. Ia baru sampai di Tokyo beberapa bulan sebelumnya, jadi belum fasih bicara bahasa Jepang dan bahkan saya pun belum sempat ketemuan. Ternyata ketika sedang lari bersama temannya, tanpa sengaja menabrak tiang cukup keras hingga kulit kaki sobek dan jari kakinya patah. Dirawat inap beberapa hari di RS untuk immobilisasi dan supaya tulang yang patah bisa di-fiksasi kembali. Setelah itu rawat jalan dan sementara harus membatasi gerakan sehari hari. Orang tuanya yang kebetulan sedang berada di negara lain tentu saja khawatir, terpaksa membatalkan pekerjaan mereka dan segera berusaha datang ke Jepang. Saya bisa membayangkan bagaimana sedihnya, pusingnya orang tua yang anaknya sakit, atau mengalami musibah tapi tidak bisa segera membantu karena tinggal terpisah di negara lain. Tidak hanya kalau anak yang sakit, orang tua sakit pun bikin sedih. Baru saja minggu lalu, teman baik saya di sekolah dulu memberi kabar kalau papanya yang baru ber-usia 63 tahun positif di-diagnosa kanker lambung. Saat ini mereka sedang berusaha mencari opsi pengobatan terbaik, salah satunya ke Jepang yang memang kebetulan biasa menangani kanker lambung karena angka penderitanya cukup tinggi. Saya berharap semoga semua urusan lancar dan nanti bisa ada hasil baik.

Jika kita sendiri sedang sakit, atau ada keluarga, saudara, teman, orang yang kita sayangi sedang sakit apalagi sakit berat, rasanya gak enak, pikiran dan perhatian kita ikut tercurah ke sana. Betul memang, sehat itu segalanya dan tidak bisa dibeli dengan uang. Saya sendiri juga masih belajar mengingatkan diri sendiri untuk disiplin dan berusaha menjaga kesehatan sebaik mungkin.

It is health that is real wealth and not pieces of gold and silver
~ May all of us enjoy the blessing of health.

Salam sehat,
2. http://bluebuddies.com/Smurfs_Black_and_White_Smurf_Pictures-31.htm