Thursday, June 11, 2015

Cancer Development and Targeted Cancer Therapy

Cancer Development and Targeted Cancer Therapy

Belum lama ini di facebook ikutan komentar tentang cerita mayat yang dipakai praktik anatomi anak kedokteran, berlanjut jadi menyinggung “unspoken stories” saat belajar anatomi atau forensik dulu. Saya juga jadi teringat pengalaman dan cerita aneh aneh saat tugas di RS, dari AC yang mati hidup sendiri pas lagi istirahat jaga malam atau kisah residen forensik yang katanya ditelpon langsung sama “pasiennya” membantu memberikan petunjuk supaya mudah diindentifikasi. Artikel ini berniat membicarakan hantu juga, tapi bukan hantu gentayangan di RS melainkan tentang “hantu” yang menurut saya masih jadi momok penyakit paling menakutkan di dunia medis.

Kali ini sedikit cerita tentang “kanker”, si hantu paling menakutkan di dunia kedokteran. Saya yakin hampir semua orang pasti tidak mau ketemu atau berurusan dengan hantu yang satu ini. Tidak hanya pasiennya lho, dokternyapun stress kalau ketemu hantu yang satu ini. Bayangkan… setelah melalui serangkaian pemeriksaan panjang, saat pasien harus menunggu dengan perasaan galau tidak jelas, pas ketemu dokternya bukannya lega yang didapat …justru sebaliknya, si dokter malah jadi seperti malaikat pembawa vonis mati. Saya pernah membantu jadi penterjemah untuk pasien kanker dari Indonesia. Pasien datang ke Jepang dengan harapan bisa dioperasi angkat tumornya, apalagi kondisi kesehatan keseluruhan juga masih baik. Tapi setelah melalui berbagai pemeriksaan yang lebih detil di sini, ternyata ditemukan sudah ada (mikro) metastasis, yang berarti sudah ada titik titik penyebaran tumor meski belum kelihatan gejalanya. Hal ini mengindikasikan stadium tumor sudah lanjut sehingga dokter di Jepang akhirnya memutuskan kalau tindakan operasi tidak efektif dan sebaliknya pasien pulang ke Indonesia untuk menjalani chemotherapy. Saat menjelaskan ke pasien, dokternya kelihatan hati hati sekali memilih kata kata yang baik untuk tidak membuat pasien “down” seketika. Saat itu saya juga sempat bingung, tidak tahu harus ngomong terjemahin apa ke pasiennnya. Cukup lama juga saat itu saya berusaha cari padanan kata kata yang tepat, tidak bohong tapi juga tidak “membunuh” seketika harapan pasien.

Sebenarnya bagaimana sih terjadinya kanker?  
Sementara ini ada dua konsep dasar tentang terjadinya kanker, konsep klasik (classical stochastic model) dan konsep hirarki stem cell (cancer stem cell model). Pada model klasik, setiap sel di tubuh dianggap punya kemampuan/potensi untuk berubah menjadi sel kanker. Sebaliknya, pada konsep model stem cell, hanya populasi sel tertentu yang punya potensi untuk berubah jadi sel kanker. Kumpulan populasi sel khusus yang bisa berubah ganas inilah yang sering disebut cancer stem cells (CSCs) atau “tumor-initiating cells” Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di gambar. Selanjutnya kedua konsep ini juga berkembang dan bisa dikombinasi satu sama lain, ada “dynamic stemness model” atau “combination of CSC and stochastic model”. Faktor lingkungan di sekitar sel (niche factors) seperti adanya inflamasi, hypoxia, virus, dan sebagainya disinyalir bisa menginduksi perubahan sel biasa menjadi sel dengan kemampuan stem cell (stemness acquired) dan berubah menjadi CSCs.




Apa implikasi dari konsep terjadinya kanker tersebut?
Implikasi utamanya ke pengobatan kanker. Tentu semua sudah tahu pengobatan konvensional untuk tumor seperti chemotherapy dan radiotherapy sering bermasalah karena tidak hanya membunuh sel kankernya tapi juga seluruh sel sel tubuh lain yang sebenarnya masih sehat. Selain itu kemungkinan kanker relapse atau muncul kembali setelah pengobatan selesai juga cukup tinggi. Hal ini diduga karena adanya CSCs yang biasanya punya kemampuan self-renewal yang tinggi, dan lebih resisten terhadap pengobatan konvensional sehingga memicu kembali tumbuhnya sel kanker. Populasi CSCs inilah yang menjadi sasaran target riset kanker belakangan ini (CSCs targeted therapy). Berdasarkan riset, CSCs memiliki karakteristik khusus yang bisa dijadikan petunjuk untuk mendeteksi langsung keberadaan populasi CSCs tersebut sehingga mudah dijadikan target pengobatan. Saat ini banyak hasil penelitian in vitro (laboratorium) menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Semoga saja bisa ada hasil signifikan yang bisa segera diaplikasikan ke tahap klinis.

Apa perkembangan pengobatan kanker saat ini?
Saat ini salah satu strategi pengobatan adalah berusaha untuk merusak kondisi optimal yang dibutuhkan oleh sel kanker dan atau populasi CSCs untuk berkembang (attack the CSCs niche). Mekanisme molecular yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel kanker, seperti supplai makanan dari darah, growth factor, dan sebagainya berusaha dihambat sehingga menginduksi kematian sel kanker (apoptosis). Mekanisme molekular yang terlibat dalam pembentukan kanker biasanya spesifik berdasarkan jenis organ yang terkena sehingga pengobatan juga bisa lebih spesifik dan lebih tepat guna (signaling pathway/molecular-targeted therapy).  

Dari strategi tepat guna ini ada beberapa obat kanker yang sudah lahir dan memberikan respon yang positif. Diantaranya:
* Imatinib (Gleevec) menjadi “first line treatment” untuk chronic myelogeneous leukemia (CML) pada anak anak dan dan dewasa. Imatinib juga dipakai dalam pengobatan gastrointestinal stromal tumor (GIST). Obat ini berupa tablet minum oral sehingga pasien tidak perlu tinggal di RS dan bisa tetap menjalankan aktivitas sehari hari. Sang penemu Imatinib, Dr Brian Druker, dianugerahi Keio Medial Science Prize (2007), Lasker Award (2009), dan Japan Prize (2012). Saya sempat menghadiri lecture dari Dr Brian sewaktu beliau datang untuk menerima penghargaan Keio Prize.

* Trantuzumab (Herceptin) untuk pengobatan kanker payudara. Di kanker payudara ditemukan ekspresi berlebihan dari protein yang menstimulasi pertumbuhan sel, dikenal dengan nama HER2 (human epidermal growth factor receptor 2). Kanker payudara dengan HER2 positif biasanya prognosisnya buruk. Salah satu mekanisme kerja herceptin dengan cara menstimulasi sel imun menuju tempat dimana banyak terdapat HER2 positif sel kanker sehingga sel kanker bisa dibunuh. Herceptin dikatakan secara signifikan memperbaiki prognosis pasien kanker payudara.

* Gefitinib (Iressa) dan erlotinib untuk kanker paru paru jenis non-small cell (NSCLC), tipe sel yang umum ditemukan di kanker paru paru. Gefitinib bekerja sebagai selektif inhibitor dari protein yang berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan sel (EGFR inhibitor). Gefitinib diberikan dalam bentuk obat oral.

* Sorafenib (Nexavar) untuk kanker ginjal (renal cell carcinoma, RCC) dan kanker hati (hepatocellular carcinoma, HCC). Sorafenib bekerja sebagai inhibitor yang menghambat sinyal mekanisme kerja protein untuk proliferasi sel dan pertumbuhan pembuluh darah baru (multikinase inhibitor). Hal ini bisa mengakibatkan terhambatnya perkembangan dan penyebaran sel kanker. Saat ini sorafenib menjadi “first line drug treatment” untuk diberikan pada pasien kanker hati yang tidak memenuhi kriteria untuk menjalani operasi (surgical resection or liver transplantation). Sorafenib hadir dalam bentuk tablet minum 200 mg.
Meski obat obat di atas memberikan harapan baru untuk penderita kanker, masih banyak riset lanjutan yang dibutuhkan untuk mencari alternatif pengobatan lain yang tidak hanya lebih terjangkau harganya, tetapi juga lebih efektif dan potent mengatasi sel kanker.  

Belakangan kanker banyak ditemukan pada pasien usia muda. Di luar faktor genetik keluarga, perubahan gaya hidup modern juga disinyalir menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker di usia muda. Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor kuat yang berhubungan dengan terjadinya kanker hati, kanker esophagus, kanker di daerah kepala dan leher (termasuk lidah, faring, pita suara). Di dalam hati senyawa etanol dalam alkohol akan diubah menjadi senyawa lain yang bersifat toxic. Senyawa toxic ini akan mengaktivasi, menarik protein lain yang berhubungan dengan inflamasi dan lambat laun mengganggu mekanisme kerja normal dari protein protein tersebut. Akhirnya terjadi kerusakan organ dan risiko timbulnya kanker hati juga meningkat.

(figure: diffuse type liver cancer)
Sayangnya, banyak anak muda zaman sekarang yang merasa kalau bisa menikmati minuman beralkohol akan meningkatkan gengsi, dan lebih gaul katanya. Padahal kelak nanti mereka berkeluarga, saat punya anak masih kecil, saat kehadiran mereka dibutuhkan oleh keluarganya justru saat itulah mereka harus menuai akibat dari konsumsi alkohol berlebihan. Saya pribadi menghormati pilihan tiap orang, terserah masing masing individu. Tapi saya berharap mereka yang masih muda bisa memilih dilandasi pengetahuan yang benar, bukan asal demi gengsi pergaulan semata.

It is health that is real wealth ~ Mahatma Gandhi
“May all of us enjoy the blessing of health”

Salam sehat,
Kathryn - Tokyo

References:
  1. Complexity of cancer stem cell; Eiji Sugihara and Hideyuki Saya (Int.J.Cancer 2012)
  2. Imatinib: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a606018.html
  3. Trastuzumab: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3376449/
  4. Gefitinib: http://www.medicinenet.com/gefitinib/article.htm
  5. Sorafenib: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a607051.html
  6. Alcohol and cancer:
  1. Classification of Primary Liver Cancer (Liver Cancer Study Group of Japan)






1 comment:

  1. Tiba2 muncul berita ini juga di twitter stream gw:
    https://news.wustl.edu/news/Pages/Scientists-find-way-to-disrupt-brain-tumor-stem-cells.aspx

    ReplyDelete