Women’s Nightmare: Breast Cancer
Kanker payudara adalah kanker yang berasal dari jaringan sel sel yang terdapat di payudara. Berdasarkan lokasinya, kanker ini umumnya berasal dari sel sel yang terdapat di kelenjar yang memproduksi susu (lobular cancer) atau dari sel sel yang terdapat di saluran yang berfungsi mengangkut produksi susu tersebut ke puting susu (ductal cancer).
(Sumber ilustrasi: American Cancer Society, Detailed Guide: Breast Cancer)
Selanjutnya, kombinasi analisis berdasarkan ukuran tumor, apakah sudah menyebar atau belum, invasive atau tidak dan sebagainya, akan menentukan stadium tumor tersebut. Ini yang akrab di kita dengan istilah stadium 1, 2, 3 dan seterusnya. Semakin tinggi stadiumnya, semakin sulit kanker tersebut ditangani yang berakibat semakin buruk prognosisnya. Karena itu deteksi dini sangatlah penting dalam penanganan kanker, dan untuk memudahkan deteksi dini tersebut penting juga bagi kita mengetahui apa saja faktor resiko terjadinya kanker payudara.
Faktor Resiko Kanker Payudara
Segala macam faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menderita kanker dikenal sebagai faktor resiko kanker. Perlu diperhatikan, mempunyai faktor resiko bukan berarti pasti mendapat kanker; sebaliknya yang tidak sama sekali mempunyai faktor resiko juga bukan berarti pasti bebas dari kanker. Tetapi dengan mengetahui faktor faktor resiko yang ada, setidaknya kita bisa lebih mawas diri, lebih berhati hati dan deteksi dini pun lebih mudah dilakukan.
Berikut faktor faktor resiko kanker payudara:
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1. Gender
Tentu saja wanita lebih mudah menderita kanker payudara. Tapi bukan berarti kanker payudara tidak menyerang pria. Pria juga mempunyai jaringan kelenjar payudara, hanya saja saat pubertas (karena pengaruh hormone testosterone) kelenjar tersebut akan mengecil atau hilang. Sebaliknya wanita (karena pengaruh hormone estrogen dan progesterone) akan semakin berkembang. Pembesaran jaringan payudara pada pria umumnya dikenal dengan istilah gynecomastia, dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara pada pria.
2. Aging
Risiko terkena kanker payudara meningkat seiring dengan bertambahnya umur terutama setelah melewati usia 50 tahun, kecuali ada faktor mutasi genetik seperti yang saya tulis di nomor selanjutnya.
3. Genetic Risk Factors
Sebenarnya cukup banyak mutasi genetik yang dikaitkan dengan resiko terjadinya kanker payudara, tetapi mutasi yang paling sering ditemukan berhubungan dengan kanker payudara yakni mutasi pada gen BRCA.
Sesuai dengan nama yang diberikan untuk gen ini, wanita yang memiliki mutasi genetik gen BRCA1 (breast cancer1) atau BRCA2 (breast cancer2) beresiko hingga 80% untuk menderita kanker payudara selama masa hidupnya (data: American Cancer Society) Selain itu, mereka juga biasanya menderita kanker payudara pada usia yang lebih muda (rata rata sebelum usia 50 tahun) dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kelainan mutasi gen tersebut. Selain kanker payudara, mutasi genetik dari gen ini juga dikaitkan dengan resiko terjadinya kanker ovarium dan kanker usus besar.
Berikut adalah kutipan yang saya ambil dari website U.S. National Cancer Institute (Cancer Topics: BRCA)
A woman's lifetime chance of developing breast and/or ovarian cancer is greatly increased if she inherits an altered BRCA1 or BRCA2 gene. Women with an inherited alteration in one of these genes have an increased risk of developing these cancers at a young age (before menopause), and often have multiple close family members with the disease. These women may also have an increased chance of developing colon cancer.
4. Family History of Breast Cancer and Personal History of Breast Cancer
Resiko menderita kanker payudara meningkat di wanita yang memiliki keluarga dekat (blood relatives) yang menderita kanker payudara. Selain itu, wanita yang sebelumnya sudah pernah menderita kanker di salah satu sisi payudaranya, beresiko kembali terserang kanker di payudara entah di sisi lainnya atau di bagian lain pada payudara yang sama.
5. Menstrual Periods
Wanita yang mendapat haid pada usia muda, sebelum 12 tahun atau menopause pada usia lanjut, di atas 55 tahun juga memiliki kecenderungan beresiko menderita kanker payudara. Diperkirakan ini terjadi karena tubuh lebih lama terpapar hormone estrogen dan progesterone.
Faktor resiko yang dapat diubah atau dikontrol
1. Not Having Children, or Having Them Later in Life
Wanita yang tidak mempunyai anak atau mempunyai anak pertama pada usia sesudah usia 30 tahun beresiko sedikit lebih tinggi untuk menderita kanker payudara di kemudian hari.
2. Birth Control Pills (Oral Contraceptive) or Hormone Replacement Therapy (HRT)
Resiko ini kembali dikaitkan dengan terekspose-nya tubuh dengan isi kontrasepsi pil, yakni hormon estrogen dan progesterone. Begitupula dengan pemakaian HRT post menopause yang sering dipakai untuk membantu mengatasi gejala gejala postmenopausal.
3. Being Overweight or Obese
Sebelum menopause, estrogen banyak diproduksi oleh ovarium dan hanya sebagian kecil berasal dari lemak. Setelah menopause, ovarium tidak lagi memproduksi estrogen dan lemak yang menjadi sumber estrogen saat itu, sehingga mempunyai lemak berlebih bisa meningkatan kadar estrogen dan akhirnya meningkatkan resiko terkena kanker payudara.
4. Alcohol
Meskipun mekanisme biologis hubungan antara konsumsi alkohol dengan kanker payudara belum dapat dijelaskan secara pasti, penelitian menunjukkan kalau resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol dibandingkan yang tidak. Selain itu konsumsi alkohol juga dikenal sebagai salah satu faktor resiko pada kanker mulut, kerongkongan dan kanker hati.
5. Physical Activity
Olahraga rutin dan teratur bisa membantu mempertahankan berat badan ideal yang akhirnya membantu juga menurunkan resiko terkena kanker payudara.
Sebenarnya masih ada faktor faktor resiko lain yang dikatakan terlibat dalam terjadinya kanker payudara ini, tapi terlalu sulit untuk dijabarkan di sini karena selain ada yang belum pasti (masih penelitian) ada juga yang sifatnya individual. Setidaknya saya berharap faktor faktor resiko yang saya tulis di atas, sudah bisa membuat kita mengambil langkah langkah preventif untuk proteksi diri kita sendiri.
Deteksi Dini
Deteksi dini dan tindakan preventif sangat penting dalam menentukan keberhasilan penanganan kanker.
Berikut ini beberapa cara deteksi dini kanker payudara:
1. Breast self-examination
Pemeriksaan payudara sendiri (SaDaRi) penting dilakukan untuk mengenali payudara sendiri, sehingga bila ada perubahan perubahan yang dirasakan bisa segera diperiksa lebih lanjut ke dokter. Wanita di usia 20 dan 30 tahun-an sebaiknya melakukan SaDaRi secara teratur setidaknya 1 bulan sekali. Silahkan membaca lebih lanjut tentang bagaimana melakukan pemeriksaan sendiri tersebut disini: http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/
2. Mammogram
Menginjak usia 40 tahun, sebaiknya rutin melakukan screening mammogram setiap tahun. Screening mammogram dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan pada jaringan payudara yang asymptomatic (tidak menunjukkan gejala klinis). Tidak perlu terlalu khawatir tentang sinar x yang digunakan dalam mammogram, karena dosis yang digunakan sangat kecil dan berada dalam batas aman. Bahkan jika mammogram ini dilakukan rutin sejak usia 40 tahun sampai 90 tahun, total dosisnya pun masih jauh jauh lebih kecil dibandingkan dengan dosis yang harus diterima jika pasien harus menjalani radioterapi untuk pengobatan kanker payudara.
3. Genetic Testing for BRCA Gene Mutations
Seperti yang sudah saya tulis di atas, mutasi gen ini dikaitkan erat dengan terjadinya kanker payudara apalagi jika ada anggota keluarga dekat yang juga menderita atau pernah menderita kanker payudara. Pada wanita wanita yang memiliki faktor resiko tersebut bisa melakukan genetic testing yang dilakukan dengan mengambil sample darah pasien untuk diperiksa di laboratorium. Meski mudah, tes ini tidak sembarangan bisa dilakukan karena hasilnya (terutama jika hasilnya positif) bisa mempengaruhi kehidupan psikologis pasien. Tidak bisa dihindari, hasil positif tes akan membuat pasien menjalani hidup dengan ketidakpastian dan ketakutan akan menderita kanker di kemudian hari. Dilema, karena di satu sisi pasien akan bisa lebih berhati hati menjaga gaya hidupnya, lebih teratur cek kesehatan, sehingga pengobatan bisa sedini mungkin dilakukan, tapi di lain pihak pasien juga merasa depresi dan cemas. Perlu berpikir masak masak dan perlu pendampingan psikologis juga sebelum dan sesudah genetic testing ini.
Di artikel ini saya cantumkan lagi data yang sudah pernah keluar di artikel sebelumnya tentang angka kejadian dan kematian di negara maju dan di negara berkembang, untuk wanita.
(Global Cancer Statistic, 2002, A Cancer Journal for Clinicians)
Meski angka kejadian (incidence) kanker payudara masih menduduki peringkat pertama, tapi dengan deteksi dini, angka kematian (mortality) pada kanker payudara bisa ditekan.
Sama seperti pada artikel sebelumnya, pesan terakhir saya hanya satu: “Mencegah lebih baik daripada mengobati” Uang bisa membeli dokter, tapi tidak kesehatan.
Salam sehat,
Kathryn-Tokyo
Sumber:
- American Cancer Society (ACS) Cancer Reference Information: http://www.cancer.org/docroot/CRI/CRI_0.asp
- U.S. National Institutes of Health (National Cancer Institute): http://www.cancer.gov/
- Global Cancer Statistic, 2002, A Cancer Journal for Clinicians
- Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) : http://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/
Messages from ShoutMix by Darmadi:
ReplyDelete>Sorry salah ketik test mutasi BRCA di Jakarta >dimana ya?
>Kat, gimana menurutmu parp inhibitors? Apakah >bakal menjadi penemuan terbesar untuk breast > >cancer khusunya tnbc?
Pak Darmadi, terima kasih untuk pertanyaannya.
- Test mutasi BRCA di Jakarta, saya kurang tahu. Tesnya cukup mengambil sample darah pasien, tapi yang susahnya, kemudian butuh mesin untuk menganalisanya yang belum tentu dipunyai di semua RS atau lab di Jakarta. Tapi, saya menemukan paper tentang analisis mutasi BRCA yang dilaksanakan di Jakarta dan Jogyakarta. Ini linknya:
http://www.springerlink.com/content/u9ur4u5701w41106/
Mungkin di insitutsi dari penulis yang bersangkutan, bisa melakukannya. Di Jakarta, coba cek juga ke RS kanker, Dharmais.
- PARP inhibitors, tentu penemuan yang menjanjikan! Apalagi jika memang terbukti bisa membantu memberikan good prognosis untuk pasien TNBC yang saat ini tidak responsive dengan treatment hormonal seperti Tamoxifen. Setahu saya saat ini PARP inhibitors drug sudah masuk uji klinis, termasuk untuk pasien TNBC. Semoga hasilnya baik dan bisa segera di-approved pemakaiannya secara klinis.
Thank you sudah mampir disini!
Salam hangat dari Tokyo :)
Hello Katherine,
ReplyDeleteTerima kasih untuk tanggapannya. Tentang PARP inhibitors, untuk waktu yg dibutuhkan dr Phase III sampai memasuki pasar komersial kira2 berapa lama? Dan kenapa ya salah satu dokter yg kami kunjungi menyarankan u test BRCA? Apa hubungannya untuk pengobatan? Tks ya.
Salam,
Darmadi
Dear pak Darmadi,
ReplyDeleteSetahu saya waktu yg dibutuhkan sampai memasuki pasar komersial bervariasi, tergantung juga dari kebijakan negara yang bersangkutan. Saat awal memasuki pasar komersial pun sebenarnya juga masih termasuk "uji coba" karena dengan pemakaian yg lebih luas, disinilah sebenarnya obat teruji khasiat dan efek samping, terutama efek samping jangka panjang yang luput dari uji klinis.
Test BRCA berhubungan dengan keputusan pengobatan yang diambil. Jika seandainya, didapatkan mutasi BRCA, ada kemungkinan payudara yg sebelah (yg masih normal) bisa terkena juga kanker payudara sehingga bisa langsung diambil tindakan mengangkat keduanya, misalnya. Atau, bisa diambil tindakan pengobatan yang lebih cepat dan lebih bersifat operatif. Hal ini bisa meningkatkan survival rate pasien.
Tapi, pendekatan pengobatan dengan cara ini memang tidak gampang. Seperti yang saya tulis di atas, butuh pendampingan konseling untuk pasien menyangkut test BRCA tersebut.
Semoga jawaban saya bisa membantu.
Salam hangat dari Tokyo!
Message from ShoutMix (guest):
ReplyDelete"dok,bisa tolong ajarin bagaimana mekanisme paparan berlebihan pd estrogen bs menyebabkan ca mamae?"
Peranan estrogen dalam memicu terjadinya ca mammae masih belum jelas benar, tapi kira kira begini:
Fungsi estrogen normal (dalam siklus menstruasi) untuk membantu proliferasi sel payudara dan rahim, untuk membantu mempersiapkan kehamilan.
Jika kebetulan terjadi mutasi DNA, atau ada sel yang rusak, maka estrogen juga akan menstimulasi proliferasi sel2 rusak tersebut (sama seperti sel2 normal lainnya). Nah inilah yang meningkatkan resiko terjadinya ca mammae. Apalagi jika kebetulan, terjadi paparan estrogen berlebihan dari lemak berlebih dalam tubuh seperti yang saya tulis di atas.
Untuk lebih jelasnya, bisa lihat dari link ini:
http://www.cancer.gov/cancertopics/understandingcancer/estrogenreceptors
Semoga membantu.
--
Kathryn
dear doctor kathryn
ReplyDeletemungkin sedikit menambahkan tentang tnbc dok. brca1 mutation carrier memang cenderung memiliki profil basal like breast cancer (yg sering disamakan dgn tnbc). namun seingat saya, tipe basal tidak identik dgn tnbc karena perlu dilihat overekspresi EGFR dan mutasi p53, dan CK5/6 nya. tapi saya tidak tahu apakah PARP inhibitor sendiri memang sudah dipakai di kasus TNBC yg memang sulit diterapi dan mudah recurrence.
kami sendiri sudah memulai laboratorium patologi molekuler sejak 2009 lalu dan berspesialisasi di genetik kanker saat ini. untuk tes thd brca1 dan brca2 saat ini masih kami lakukan proses validasi dan rencananya akan dilakukan di lab kami di pulomas, jakarta. dalam proses validasi tersebut tim kami terdiri dari anggota tim yg telah mempublikasikannya di link yg telah dokter kutip.
mudah2an tes ini bisa diperkenalkan di kuartal ketiga di tahun 2011. apalagi brca1/2 bisa menjadi biomarker prediktif yang penting utk PARP, sebagaimana mutasi KRAS dan EGFR untuk terapi cetuximab dan gefitinib.
salam kenal doc,
best
ahmad
Hi dr. Ahmad,
ReplyDeleteSalam kenal juga, thanks ya sudah mampir sini!
Terima kasih juga buat tambahan infonya. Semoga sukses untuk laboratorium-nya di Jakarta dan semoga hasilnya bisa membantu penderita kanker payudara di Indonesia.
Salam hangat dari Tokyo!