Health is Wealth
Ketika
sedang mencari gambar yang pas untuk slide penutup presentasi saya, tidak
sengaja saya menemukan gambar yang bertuliskan “It is health that is real wealth”
sepotong kutipan dari filsuf terkenal Mahatma Gandhi. Entah kenapa saya
pandangi gambar tersebut, baca ulang pelan pelan kutipannya dan tidak ada kata
lain selain 1000% setuju (bukan 1000% bohong ya, hehe) dengan kutipan tersebut.
Awal
tahun ini ada seorang teman menceritakan anaknya yang di-diagnosa menderita Kawasaki
Disease. Kawasaki Disease (KD) ini
pertama kali diidentifikasi tahun 1967 oleh dr Jepang, Tomisaku Kawasaki. Penyebabnya
hingga sekarang masih tidak jelas dan sering pada anak laki laki terutama di bawah
usia 5 tahun. Sering ditemukan pada anak anak keturunan Asia seperti Jepang,
Korea, tapi sekarang di seluruh dunia sudah banyak laporan kasus KD termasuk di
Amerika, Eropa. Gejalanya demam tinggi berhari hari (lebih dari 5 hari, di atas
38 derajat) yang biasanya tidak responsive dengan pemberian obat penurun panas
dan antibiotik. Diikuti gejala lain seperti mata merah, kedua telapak tangan,
lidah merah. Terapi KD biasanya dengan infus gamma globulin (IVIG), dan aspirin
untuk jangka panjang. Jika KD terlambat ditangani, bisa menyebabkan komplikasi inflamasi
dan pelebaran pembuluh darah pada jantung yang beresiko menimbulkan serangan
jantung di usia muda. Kebetulan anaknya teman tersebut juga seumuran dengan
anak saya, jadi rasanya saya secara emosional ikut mengalami kegalauan yang
dirasakan ibunya selama mendampingi si anak. Bayangkan, anak masih kecil harus
masuk RS, tes darah, infus berkali kali, echo jantung dan sebagainya. Untunglah
berkat pengobatan yang tepat akhirnya penyakitnya bisa respon dengan baik,
ikutan lega banget rasanya. Sekedar informasi, di Jakarta juga sudah ada
Kawasaki Center (RS Omni International) dan Perkumpulan Orang Tua Penderita
Kawasaki Indonesia (POPKI).
Pertengahan
tahun, giliran keluarga kami yang mendapat cobaan. Kedua mertua saya sudah
berusia lanjut, umur 84 dan 75 tahun, masih sehat dan ingatan juga masih baik.
Tahun ini saya juga sempat pulang kampung sebentar untuk merayakan 50 tahun
ulang tahun perkawinan mereka. Nah setelah acara tersebut, mungkin kecapekan, kondisi
kesehatan mereka menurun. Setelah pesta, mereka ikut kami balik sekaligus
berlibur sebentar di tempat kami. Papa mertua entah kenapa beberapa kali jatuh
tanpa sebab, puncaknya jatuh di kamar mandi sehingga kepala robek dan kami
harus segera membawanya ke RS dengan ambulance. Untung saja tidak ada penurunan
kesadaran dan hasil CT scan kepala juga baik, jadi cukup dijahit robeknya dan
dirawat di rumah. Tidak lama setelah pulang ke Indonesia, tiba tiba kondisinya
turun lagi, lemas, bicara tidak jelas, ada penurunan kesadaran, hingga
diputuskan masuk RS. Dilakukan rontgen paru, EKG jantung, sampai CT scan
kepala, tidak ditemukan penyebab yang berarti sampai akhirnya dari pemeriksaan
darah lengkap, baru ketahuan kadar Natrium
(Na) rendah (hyponatremia). Normalnya
kadar natrium darah berkisar antara 135-145 mEq/L, sedangkan papa mertua saya
hanya 103 mEq/L. Natrium ini senyawa kimia yang penting diperlukan tubuh supaya
bisa bekerja dengan baik. Kadar natrium yang rendah, 115-120 mEq/L sudah bisa
menyebabkan orang mengalami kejang, koma bahkan berhenti bernapas (respiratory
arrest). Jadi tidak heran, papa mertua saya sampai lemas, linglung dan tindakannya
jadi tidak terkontrol. Jika tidak cepat ditindaklanjuti, kekurangan kadar
natrium bisa menyebabkan sel sel otak membengkak dan rusak. Setelah ketemu
penyebab ini, baru diberikan infus Natrium (NaCl), ini pun harus dipantau
karena kadar Natrium tidak boleh naik mendadak supaya tidak menginduksi masalah
baru di selubung saraf otak. Penyakit kronik, obat obatan (biasanya orang tua sudah
banyak minum obat macam macam), metabolisme tubuh yang sudah tidak efektif dsb membuat
orang usia lanjut mudah mengalami hyponatremia. Jadi jika ada anggota keluarga
yang sudah berusia lanjut dan tiba tiba ngomong kacau tanpa sebab jelas, coba
cek kadar Natrium darahnya. Jika cepat tepat ditangani hasilnya baik.
Selang
sebulan setelah papa mertua baik, giliran mama mertua saya yang kondisinya
menurun. Tiba tiba kami dikabari kalau mama mertua demam tinggi, sakit kepala,
leher kaku. Sudah dibawa ke dokter, sudah minum antibiotik pun tidak ada
perubahan. Karena takut kecolongan urusan Natrium lagi, langsung masuk RS.
Setelah rontgen, ketemu penyebabnya ternyata ada radang paru (pneumonia). Kali ini kami kelolosan, karena selama ini
gejala umum radang paru seperti batuk, pilek, sakit dada tidak ada. Mungkin kecapekan
dan kami juga sebelumnya hanya fokus pada papa mertua yang dirawat di RS. Jadi
diberikan infus antibiotik karena obat minum tidak efektif lagi. Pada orang
usia lanjut, radang paru ini harus diperhatikan dengan baik karena bisa
berakibat fatal. Ada tetangga di depan rumah saya, orang Jepang, berusia 88
tahun masih sehat, masih kelilingan naik sepeda sendiri dan bahkan masih rajin berkebun.
Saya sering kebagian hasil panennya, dari kentang, wortel, terong, ketimun dsb.
Tiba tiba saya dikabari kalau ia masuk RS karena terkena radang paru, kondisinya
menurun hingga tidak bisa makan lewat mulut dan terpaksa dipasang tube di
lambung untuk memasukkan makanan (gastric feeding tube). Setelah keluar RS dan
dirawat di rumah, selang beberapa hari kemudian pas tengah malam tiba tiba kami
dikejutkan oleh suara ambulance di depan rumah kami, tetangga kami tersebut
dibawa ke RS lagi. Rasanya sudah gak enak, dan betul saja keesokan harinya,
kami dikabari kalau beliau sudah meninggal. Sekarang tinggal istrinya sendirian,
usia 85 tahun. Setiap ada kesempatan saya berusaha menengoknya, tiap kali bikin
masakan yang sepertinya cocok buat orang tua, pasti saya antarkan, biar ikut
menikmati cita rasa Indonesia dan tidak kesepian. Berbarengan dengan kejadian mama
mertua saya ini, anak saya juga demam tinggi dan ternyata terkena “hand, foot, and mouth disease (HFMD)”
atau yang dikenal dengan istilah “flu Singapore”. Untung anaknya tidak rewel,
meskipun keluar sariwan banyak di dalam mulutnya tapi masih mau nurut makan
minum sedikit sedikit supaya tidak dehidrasi. Saya berikan makanan yang lunak
lunak seperti udon (Japanese noodle), puding, bubur. Setelah seminggu, semua
berakhir baik. Mama mertua juga keluar dari RS dan anak saya juga sudah normal
lagi aktivitasnya.
Bulan
Agustus kemarin, tiba tiba saya dikabari untuk membantu melihat kondisi salah
satu anggota keluarga saya yang katanya jatuh, dan perlu operasi. Ia baru
sampai di Tokyo beberapa bulan sebelumnya, jadi belum fasih bicara bahasa
Jepang dan bahkan saya pun belum sempat ketemuan. Ternyata ketika sedang lari
bersama temannya, tanpa sengaja menabrak tiang cukup keras hingga kulit kaki
sobek dan jari kakinya patah. Dirawat inap beberapa hari di RS untuk immobilisasi
dan supaya tulang yang patah bisa di-fiksasi kembali. Setelah itu rawat jalan
dan sementara harus membatasi gerakan sehari hari. Orang tuanya yang kebetulan
sedang berada di negara lain tentu saja khawatir, terpaksa membatalkan
pekerjaan mereka dan segera berusaha datang ke Jepang. Saya bisa membayangkan
bagaimana sedihnya, pusingnya orang tua yang anaknya sakit, atau mengalami
musibah tapi tidak bisa segera membantu karena tinggal terpisah di negara lain.
Tidak hanya kalau anak yang sakit, orang tua sakit pun bikin sedih. Baru saja
minggu lalu, teman baik saya di sekolah dulu memberi kabar kalau papanya yang
baru ber-usia 63 tahun positif di-diagnosa kanker lambung. Saat ini mereka
sedang berusaha mencari opsi pengobatan terbaik, salah satunya ke Jepang yang
memang kebetulan biasa menangani kanker lambung karena angka penderitanya cukup
tinggi. Saya berharap semoga semua urusan lancar dan nanti bisa ada hasil baik.
Jika
kita sendiri sedang sakit, atau ada keluarga, saudara, teman, orang yang kita
sayangi sedang sakit apalagi sakit berat, rasanya gak enak, pikiran dan
perhatian kita ikut tercurah ke sana. Betul memang, sehat itu segalanya dan
tidak bisa dibeli dengan uang. Saya sendiri juga masih belajar mengingatkan
diri sendiri untuk disiplin dan berusaha menjaga kesehatan sebaik mungkin.
“It is
health that is real wealth and not pieces of gold and silver”
~ May all of us enjoy the blessing of health.
~ May all of us enjoy the blessing of health.
Salam
sehat,
Kathryn
- Tokyo
Images taken from:
1. http://www.naturalnews.com/Quote-Health-Real-Weath-Mahatma-Gandhi.html
2. http://bluebuddies.com/Smurfs_Black_and_White_Smurf_Pictures-31.htmImages taken from:
1. http://www.naturalnews.com/Quote-Health-Real-Weath-Mahatma-Gandhi.html