Berobat
ke Jepang?
Belakangan
pasien dari Indonesia yang berobat ke Jepang cukup banyak dibandingkan tahun
tahun sebelumnya. Cara masuknya juga beragam, ada yang nekat datang sendiri,
ada yang memang disambungkan dari RS atau dokter sebelumnya untuk berobat ke
sini, ada yang karena punya saudara/teman, dsb.
Dari
sekian banyak pasien yang datang ke Jepang dan sempat saya bantu, sebagian
besar pasien kanker. Tidak heran, diagnosa kanker bisa membuat pasien dan
keluarganya mengerahkan segenap daya upaya mencari alternatif pengobatan , mencari
“second opinion” , mencari apa saja yang
diharapkan bisa membantu kesembuhan meskipun itu harus membuat pasien dan
keluarganya pergi jauh ke negara asing. Buat saya, pasien kanker dan juga keluarganya
adalah pejuang pejuang tangguh.
Ada
beberapa hal yang ingin saya share di sini untuk jadi bahan masukan bagi pasien
pasien yang ingin melanjutkan pengobatan di sini:
1.
Jika sudah memutuskan untuk datang dan
berobat dengan dokter di Jepang (atau dimanapun!), berusahalah menerima dan
mengikuti standar yang dipakai oleh dokter tersebut. Di negara manapun, RS
memiliki aturan tersendiri dan dokter dokter juga bekerja dengan “guidelines”
resmi yang memang harus diikuti.
Diagnosa dari dokter sebelumnya bisa berubah, arah pengobatan yang ingin
dilakukan juga bisa berubah sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan
kembali di RS Jepang. Ada kasus pasien
kanker lambung yang disarankan untuk melakukan operasi di Jepang. Sesampainya
di sini, dokter tentu melakukan lagi pemeriksaan ulang dengan sistem/alat/cara
yang ada di Jepang. Dari hasil pemeriksaan lanjutan ditemukan adanya titik
titik micrometastasis, yang sebelumnya tidak diketahui. Otomatis stadium pasien
tersebut naik dan operasi bukan lagi pilihan utama. Dokter menolak operasi dan
memberikan pasien pilihan untuk melanjutkan pengobatan kembali ke
Indonesia. Ada juga pasien kanker
prostat yang datang ke Jepang dengan niat bisa segera melakukan radiotherapy, ternyata
ada pertimbangan lain menurut dokter di sini yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
radiotherapy sehingga mau tidak mau pasien harus merubah rencana awalnya. Sebaliknya
ada pasien kanker getah bening yang dari hasil pemeriksaan di sini menunjukkan
jenis sel yang diketahui cocok dengan regimen khusus obat kemoterapi, pasien
segera diatur untuk masuk RS dan menerima terapi. Hasilnya, sangat baik. Awal
bertemu pasien saya khawatir melihat kondisinya, tapi perlahan selama menjalani
pengobatan sampai sesi terakhir, pasien malah bertambah bagus kondisinya. Saya
senang sekali.
2.
Sebelum memutuskan untuk datang berobat
ke Jepang, cek dan ricek juga kira kira RS apa yang ingin dituju. Pengobatan kanker, baik memakai targeted
therapy drugs maupun standar “chemotherapy drugs”, semua punya efek samping
sistemik yang harus dipantau. Beberapa obat kemoterapi beresiko menimbulkan
gangguan jantung. Apalagi jika kebetulan pasien berusia lanjut atau kanker
sudah stadium lanjut. Selama pengobatan biasanya pasien harus masuk RS untuk
dipantau sehingga saya pribadi menyarankan pengobatan kanker sebaiknya di RS
yang memang kredibel memiliki unit rawat inap. Bukan hanya klinik individual
yang akhirnya harus merujuk pasien ke RS lain jika seandainya terjadi masalah
darurat pada pasiennya. Akan lebih baik juga jika RS tersebut memang RS yang
biasa menangani pasien kanker, biasanya mereka akan lebih “up-to-date” dan
punya standar khusus untuk membaca data pasien kanker, sekaligus mempunyai data
hasil pengobatan yang baik dan bisa dipercaya. RS khusus kanker di Jakarta misalnya,
hasil laboratorium mereka informatif dengan memasukkan cek penanda tumor yang
dicurigai. Ini bisa membantu sekali
mengarahkan pasien ke diagnosis yang tepat, mengurangi kemungkinan “blunder”; berulang
ulang cek tapi lain dokter, lain diagnosa.
3.
Berhati hati memilih pengobatan di luar negeri. Ini pesan global lho. Tidak
berarti semua yang di luar negeri atau semua yang di Jepang pasti baik, aman.
Jangan memilih pengobatan tertentu hanya berdasarkan “testimonials” dari orang
lain. Setiap
kanker itu berbeda, begitupula setiap pasien kanker berbeda. Pengobatan yang
cocok untuk satu individu belum tentu pas untuk individu lainnya. Jika ada
klaim menawarkan pengobatan terbaru, bisa
dipakai untuk semua pasien kanker yang sudah gagal dengan pengobatan
standar, dan lalu menarik biaya sangat besar dari pasien; sebaiknya diteliti
ulang dulu kebenarannya. Apakah mereka menyediakan data laporan resmi berapa
jumlah pasien yang berhasil sembuh dengan metode tersebut? Jenis kanker apa
saja yang cocok dengan metode tersebut? Bagaimana profile pasien yang cocok
bisa menerima terapi tersebut? Sekali
lagi, jangan hanya berdasarkan “testimonials”. Sayang sekali jika seharusnya
kanker tersebut bisa segera diatasi dengan pengobatan yang benar, tapi karena
mendengar “testimonials” dan lalu berobat di tempat yang salah, malah terlambat
diatasi dan fatal menyebar ke organ lain.
---
Demikian
sedikit sharing saya membantu pasien kanker yang sedang berobat di sini. Intinya,
pasien dan keluarganya jangan menyerah berjuang melawan penyakitnya, tapi jangan
lupa untuk tetap memakai logika dan belajar dari sumber yang kredibel tentang
penyakit atau terapi yang akan dijalani. Pengetahuan yang baik dan benar akan
membantu pasien dan keluarganya sendiri.
References:
Image:
https://ganjoho.jp/pub/support/work/vol1/page7.html
nah itulah banyak sifat manusia hanya karena berita testemonial itu mereka merasa besar hati Pasti Sembuh kalau di Luar Negeri, padahal bagaimana kalau berobat keluar Negeri tapi hasilnya tetap Mati ? Pada kenyataan Penyakit Kanker bisa sembuh atau bertahan hidup lebih lama itu biasanya bila stadium awal dan jenis kankernya tidak terlalu ganas, terima kasih anyway atas penjelasan diatas
ReplyDelete