Japan’s First Report of COVID-19 Death in Teenage Patient
Mungkin sudah banyak yang dengar dari
berita hari ini ya. Saya sengaja sedikit menulis tentang hal ini karena
komunitas kita banyak yang punya anak muda, remaja di bawah usia 20 tahun, dan
tentu berita ini jadi alarm juga buat kita semua.
Osaka melaporkan secara resmi adanya
kasus kematian karena COVID-19 pada remaja pria (10代後半). Remaja ini dikatakan mengeluh sakit sejak 1 September, dirawat masuk
di RS, kondisinya memburuk dan meninggal tanggal 7 September. Dari laporan yang
ada remaja tersebut memang memiliki komorbid (underlying diseases) dan belum
menerima vaksin. [Ref1]
Seperti yang sudah saya sering tulis
sebelumnya, usia muda memang bukan jaminan tidak akan mengalami kondisi berat,
kematian, atau sequale pasca infeksi. Salah satu kondisi berat yang mungkin
terjadi pada anak-anak dikenal dengan istilah “Multisystem Inflammatory
Syndrome-Children (MIS-C)” Disini terjadi peradangan/inflamasi pada organ-organ
tubuh yang gejalanya menyerupai Kawasaki Disease.
“We do not yet know what causes MIS-C.
However, we know that many children with MIS-C had the virus that causes
COVID-19, or had been around someone with COVID-19.” [Ref 3]
Keluarga dengan anak-anak yang
mempunyai komorbid seperti obesitas, penyakit herediter, kelainan jantung
bawaan, sickle cell disease, kelainan metabolic, diabetes mellitus, dsb sebaiknya lebih ekstra hati-hati.
Bagaimana dengan vaksinasi?
Vaksinasi usia 12 tahun keatas sudah
berjalan, bisa cek di wilayah tempat tinggal masing-masing ya. Jepang juga ada
kemungkinan untuk memperluas target usia vaksinasi dengan mempertimbangkan hasil
dari uji klinis vaksinasi usia 6-11 tahun yang sedang berlangsung. [Ref 4]. Uji
klinis memang diperlukan untuk bisa mendeteksi lebih baik kemungkinan efek samping
yang jarang tapi perlu diwaspadai. Salah satunya yang dikenal dengan
istilah “myocarditis-pericarditis” - peradangan yang terjadi pada otot atau
selaput pembungkus jantung. Berdasarkan laporan CDC, myocarditis lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita dan terutama usia muda.
“The highest reporting rates were among
males aged 12−17 years and those aged 18−24 years (62.8 and 50.5 reported
myocarditis cases per million second doses of mRNA COVID-19 vaccine
administered, respectively).”
Gejala yang keluar antara lain, sesak
nafas, sakit dada, palpitasi/jantung berdebar. Dari guideline yang dikeluarkan
oleh American Heart Association and American College of Cardiology, dianjurkan
untuk membatasi olahraga (exercise restriction) hingga pulih kembali. [Ref 5]
--
Pasti banyak yang bingung juga
bagaimana dengan sekolah anak-anak ya. Semoga sudah ada tindakan preventif dari
sekolah masing-masing. Di tempat anak-anak saya sementara berubah jadi kelas
online, setiap pagi bisa dengar bel sekolah deh via zoom. Untuk sekolah, hoikuen,
kerja, atau kegiatan primer yang memang “mau tidak mau”, apa boleh buat ya
….kita ikut aturan sambil berusaha tetap hati-hati. Tapi kalau kegiatan sekunder,
leisure activities bersama teman-teman misalnya, saya sendiri sudah dengan
berat hati banyak yang saya lepas.
“bisa pergi ke tempat A, mumpung lagi
sepi” Kalau semua orang mikir seperti ini, tidak jadi sepi lagi tempatnya. Dan
tidak akan putus rantai penularan.
Setidaknya jika ingin pergi,
pertimbangkan dengan baik timing, resiko dan tindakan preventif atau antisipasi
yang bisa dilakukan. Hati-hati selalu.
“Stay Safe, Get Informed, and Be Wise”
Tokyo, 09 September 2021
Dr. Kathryn Effendi
References:
1. https://www3.nhk.or.jp/news/html/20210908/k10013249831000.html
2. https://www3.nhk.or.jp/news/special/coronavirus/atschool/detail/detail_10.html
3. https://www.cdc.gov/mis/mis-c.html
4. https://www.nytimes.com/2021/07/26/us/politics/fda-covid-vaccine-trials-children.html
5. https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/70/wr/mm7027e2.htm?s_cid=mm7027e2_w
No comments:
Post a Comment