Friday, July 10, 2020

Evaluasi Keadaan Darurat pada Anak



Evaluasi Keadaan Darurat pada Anak




Emergency state di Jepang sudah dicabut (May25) dan kita mulai pelan pelan kembali beraktivitas ya. Saya rasa banyak yang perasaannya campur aduk antara senang anak anak sekolah lagi, kerja lagi, bisa punya “me time” lagi; tapi juga ada perasaan takut, tegang, senewen karena lebih ribet mesti antisipasi sana sini, dsb. Apalagi kita yang punya anak kecil, biasanya anak kecil lebih mudah sakit kalau sudah masuk sekolah atau daycare; dan sekarang kita mesti tambah waspada lagi dengan adanya Coronavirus.


Kali ini saya mau share tentang cara praktis evaluasi keadaan darurat pada anak anak. Informasi ini resmi dikeluarkan dari The Japanese Society of Emergency Pediatrics (JSEP) beberapa hari yang lalu. Mungkin ibu ibu pernah merasa bingung saat anak sakit (apalagi dalam keadaan pandemik seperti sekarang), apakah perlu segera dibawa ke RS atau dokter, apakah perlu panggil ambulans, atau ah ini tidak apa, coba pantau dulu sebentar keadaannya, dsb. Menurut protokol yang dikeluarkan, pada saat anak sakit yang penting bukan mengejar apa diagnosa penyakitnya, tapi kemampuan kita untuk menilai apakah keadaan si anak darurat dan perlu segera mendapatkan penanganan atau tidak.


Saya coba tuliskan ke dalam bahasa Indonesia, panduan praktis (dalam bentuk tabel) untuk membantu kita lebih mudah evaluasi dan menentukan tindakan yang diperlukan dengan melihat kondisi/gejala yang ada pada si anak. Ada 9 kondisi dasar klinis yang bisa dilihat, dan setiap kondisi dibagi dalam 4-5 skala point/skor; semakin tinggi point-nya semakin tinggi urgensi untuk segera mendapatkan penanganan. Selain itu, ada tambahan 3 kondisi lain jika ada kejadian di luar perkiraan seperti misalnya saat anak jatuh, luka, kena alergi, dsb.
Pada anak berusia 3 bulan ke atas, jika memenuhi keadaan di bawah ini, pertimbangkan untuk mendapatkan penanganan darurat tergantung situasi yang ada.
1. Meskipun hanya satu kondisi, tapi jika ada gejala yang mencapai skala 5 segera panggil ambulance.
2. Jika ada kondisi yang mencapai skala 3, meskipun hanya satu kondisi, sebaiknya segera bawa anak untuk cek lebih lanjut.
3. Jika kondisi dengan skala 3 bertambah satu lagi, perlu penanganan gawat darurat. Jika sampai bertambah lebih dari dua kondisi, segera panggil ambulance.
4. Jika kondisi dengan skala 2 bertambah banyak, atau kondisinya tidak membaik dan berkelanjutan, sebaiknya bawa anak untuk cek lebih lanjut.





Pada anak di bawah usia 3 bulan, jika orang tua (保護者) melihat ada kondisi yang rasanya tidak beres, sebaiknya segara penanganan gawat darurat. Selain itu tidak hanya tergantung umur jika ada kondisi darurat seperti kejang, mendadak anak tidak ada respon, tidak bisa bernafas, dsb. Dan kita sebagai orang tua melihat kondisi ini tidak beres [これは大変だ], tidak perlu pikir panjang lagi, segera ambil penanganan gawat darurat.


Oh ya, jangan lupa juga, meskipun kita tidak tahu nama penyakit, atau kita juga tidak punya pengetahuan medis, jangan panik dan khawatir. Sebagai orang tua yang paling dekat dengan si anak, tentu kita yang paling bisa memantau dan menilai kondisi anak kita sendiri dengan baik.


Saya cantumkan juga nomor yang bisa dihubungi di Jepang jika darurat ingin konsultasi kondisi kesehatan anak.


困ったときの相談窓口
電話
- 子供医療相談事業 (#8000)
- 救急安心センター事業 (#7119) *未実施地域があり
インターネット・スマホアプリ
- 子供の救急 (ONLINE QQ): 日本小児科学会
- 全国版救急受診 (Q 助): 総務省・消防庁
Semoga info ini bisa berguna untuk yang membutuhkan J Jika ada yang ingin download pdf file asli (bahasa Jepang) mengenai hal ini, bisa ambil dari:
http://www.convention-axcess.com/jsep/2020-manual.html


“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise”


Tokyo, 6 Juni 2020

Wednesday, May 20, 2020

Cancer Patients - Risks during Coronavirus Pandemic (Japan)


Cancer Patients - Risks during Coronavirus Pandemic (Japan)

Sudah pada bosan belum dengar berita Covid? :) Covid-19 diprediksi tidak akan hilang dengan mudah, mau tidak mau kita memang harus terbiasa ya dengan perubahan situasi yang ada. Di tulisan kali ini saya sharing informasi untuk pasien kanker, salah satu vulnerable groups yang juga sudah kena dampaknya.
The Japanese Cancer Association membentuk Working Group (bersama dengan The Japanese Cancer Therapy Society dan The Japanese Society of Clinical Oncology) untuk membahas masalah ini dan minggu lalu resmi mengeluarkan Q&A untuk pasien kanker. Berikut saya sarikan beberapa point yang menurut saya perlu diketahui pasien kanker dan keluarganya. Dan tentu saja juga untuk semua orang lain yang mendukung perjuangan penderita kanker.

1. Apakah pasien kanker lebih rentan terkena Covid-19?
Secara umum sistem kekebalan tubuh menurun pada pasien kanker, terutama yang sedang menjalani anti-cancer treatment. Ada studi yang menyatakan pasien Covid-19 dengan kanker, memiliki resiko lebih tinggi untuk memburuk (perlu perawatan di ICU dan bantuan mechanical ventilation) dibandingkan dengan pasien non-kanker. Jadi penting sekali untuk pasien kanker menjaga diri sedapat mungkin untuk tidak tertular Covid-19.

2. Bagaimana supaya pasien kanker tidak terkena Covid-19?

Secara umum sama seperti yang sudah kita tahu: sering cuci tangan, pakai masker, jaga kebersihan, hindari 3 tempat rawan penularan: (“
密閉 (mippei - tertutup, sealed) - 密集 (misshu - padat, crowd) - 密接 (missetsu - jarak dekat, close)” 
Khusus untuk pasien kanker, dihimbau untuk tidak mendatangi RS jika tidak ada kepentingan mendesak (misalnya, tidak perlu mengunjungi kerabat yang sedang dirawat di RS, dsb). Pemeriksaan yang tidak terlalu darurat bisa ditunda atau dilakukan melalui telepon/online medical treatment yang sudah mulai dilakukan juga di Jepang. Jika perlu datang ke RS, usahakan menggunakan kendaraan pribadi.

* Ini informasi resmi dari MHLW tentang online medical treatment:
https://www.mhlw.go.jp/stf/seisakunitsuite/bunya/kenkou_iryou/iryou/rinsyo/index_00014.html
* Jika ingin mencari Cancer Consulation Support Center:
https://hospdb.ganjoho.jp/kyotendb.nsf/fTopSoudan?OpenForm

3. Sebenarnya apa mekanisme penyebab infeksi Covid-19 menjadi berat?
Belum diketahui secara pasti mekanisme penyebabnya, sampai saat ini salah satu yang diduga biang keladinya adalah “cytokine storm”. Saat terjadi infeksi dalam tubuh, sel darah putih akan mengaktifkan sel sel inflamatory (cytokines) yang berguna untuk melawan virus/bakteri yang masuk. Sayangnya, jika terjadi overproduksi dari cytokines, malah bisa berakibat fatal. Dari data laporan yang ada, diduga orang yang memiliki kadar IL-6 (Interleukin 6 –komponen utama dari cytokines) tinggi lebih rentan mengalami “cytokine storm” sehingga sekarang kadar IL-6 dalam darah menjadi salah satu patokan untuk memantau resiko pada pasien Covid-19
PS: Saat ini clinical trials sedang berlangsung menggunakan Tocilizumab (Actemra) – obat rheumatoid arthritis- untuk kasus Covid-19 yang berat, obat ini bekerja sebagai inhibitor untuk IL-6.  

4. Bagaimana pemeriksaan yang harus dilakukan jika saat ini ada dugaan kanker?
Jika seseorang dicurigai kemungkinan besar kanker, pemeriksaan yang diperlukan akan dilakukan sesuai rencana. Tetapi jika kemungkinan kanker kecil, ada kemungkinan pemeriksaan bisa ditunda. Hal ini harus didiskusikan dengan dokter yang menangani.
*Pemeriksaan untuk cancer screening, 人間ドック, jika tidak mendesak bisa ditunda. Pemeriksaan seperti endoskopi atau contrast enhanced ultrasound (CEUS) misalnya, dianggap beresiko karena ada kontak dekat antara pasien dengan petugas medis sehingga termasuk pemeriksaan yang perlu dibatasi selama wabah Covid-19 ini.

5. Jika sedang menjalani pengobatan kanker saat ini, apakah sebaiknya ditunda? Bagaimana dengan rencana operasi?
Ini tergantung dari tipe kankernya, kondisi fisik pasien, tujuan dan situasi status pengobatan yang ada. Perlu analisa dan diskusi dari dokter yang menangani. Jangan menghentikan sendiri pengobatan yang sedang berjalan.

Pada kasus kanker stadium dini (early stage), menunda operasi sementara bisa dianggap pilihan aman saat ini. Ada laporan yang menunjukkan pasien pasca operasi lebih beresiko memburuk jika terkena Covid-19. Diskusikan dengan dokter yang menangani alternatif pengobatan yang ada selain operasi. Tehnik ablasi untuk kanker hati misalnya, yang dianggap “non-aorosol generating procedure” bisa dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti operasi. Begitupula dengan pengobatan kanker lainnya. Di beberapa kasus seperti kanker prostat atau kanker payudara stadium dini yang bisa responsive dengan alternatif hormonal terapi, juga bisa dipertimbangkan sementara menunda radiotherapy, dsb. Jadi selalu komunikasikan dengan dokter yang menangani, bagaimana sebaiknya kelanjutan pengobatan yang dilakukan.

--
Demikian kira kira gambaran umum apa yang perlu diketahui pasien kanker di masa Covid-19 ini. Untuk detil pastinya tergantung jenis kanker, stadium, kondisi perawatan yang sedang berlangsung, mapun kondisi pasien masing masing. Selain pasien kanker, pasien pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh juga sudah terkena dampak dari Covid-19. Masih ingat ya di tulisan sebelumnya saya tentang kelangkaan obat untuk pasien LUPUS karena dianggap salah satu potential treatment untuk Covid-19, meski sampai sekarang belum resmi jelas efektivitasnya.

Kita yang sehat kadang lupa dan memikirkan diri sendiri. Banyak yang stok berlebih obat sendiri, banyak yang sudah keluar kumpul ramai ramai dengan berbagai alasan, dsb. Mari kita ingat ada kelompok orang orang yang rentan dan butuh perhatian lebih saat pandemik ini. Kita berjuang bersama, biar sama sama juga kita semua bisa melewati pandemik ini dengan baik.

“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise

Tokyo, 19 May 2020

 Ref:
-日本癌学会:新型コロナウイルス感染症とがん診療について(患者さん向けQ&A
- Liang et al, The Lancet Oncology: Cancer patients in SARS-CoV-2 infection: a nationwide
analysis in China
- The 5th APASL COVID-19 Webinar: “How to manage HCC patients”