Saturday, May 7, 2022

Acute Hepatitis of Unknown Origin in Children


Acute Hepatitis of Unknown Origin in Children

- Summary May 4, 2022 -



Belakangan ini di banyak laporan dari berbagai negara tentang adanya kasus hepatitis akut pada anak-anak yang belum diketahui penyebabnya.

Pada 5 April 2022, Inggris pertama kali melaporkan adanya 10 kasus hepatitis akut pada anak usia di bawah 10 tahun yang tidak diketahui penyebabnya. Setelah laporan awal tersebut, data WHO per 21 April 2022, mencatat laporan yang sama dari 12 negara. Inggris (114 kasus), Spanyol (13), Israel (12), Amerika (9), Denmark (6), Ireland (<5), Belanda (4), Italy (4), Norway (2), France (2), Romania (1), dan Belgia (1 kasus). [1]

Jepang sendiri menyusul, laporan pertama pada 25 April 2022, dan kemudian per 28 April 2022, menjadi 3 kasus. [2]
Update: 6 Mei 2022 diberitakan ada tambahan 4 kasus baru. Di Jepang total menjadi 7 kasus saat ini.

Indonesia, kementerian kesehatan per 1 Mei 2022 telah mengedarkan surat kewaspadaan dengan adanya 3 kasus pasien anak di RSCM yang diduga meninggal karena hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya. [3]



Berikut saya ringkaskan beberapa data yang sementara ini diketahui

1. Kisaran usia anak yang terkena dari 1 bulan hingga 16 tahun.

Dari laporan kasus yang paling banyak saat ini di Inggris, rentang usia yang terkena kebanyakan usia 3-5 tahun (65.4%; median age: 3), dan separuhnya anak perempuan (54.3%).

Dari data saat ini belum ditemukani titik point penghubung yang sama dari semua kasus seperti riwayat penyakit, berpergian, makanan, kontak dengan hewan, pemakaian obat-obatan, maupun riwayat masalah immunodefisiensi. [4]

Sedangkan di Israel, 11 dari 12 kasus yang dilaporkan, memiliki riwayat pernah terinfeksi Covid-19 tahun lalu. Semua anak yang dirawat tidak termasuk dalam batasan umur untuk menerima vaksin Covid, sehingga kaitan dengan efek samping dari vaksinpun saat ini disingkirkan. [5]



2. Gejala yang dilaporkan:

- gejala gastrointestinal: sakit perut, diare, mual muntah, kuning/ jaundice disertai peningkatan kadar enzim di hati (AST/ALT lebih dari 500 IU/L)

- tidak terdeteksi adanya virus hepatitis yang selama ini sudah dikenal (non-hepatitis virus A, B, C, D, dan E).

- dari laporan di Inggris, dari 81 kasus, sekitar 29% ada gejala demam. Sedangkan di Skotlandia, tidak ada yang dilaporkan demam.

Di Inggris, 7 dari 81 kasus, di Eropa 5 dari 55 kasus dilaporkan memerlukan transplantasi hati. Menurut WHO, sekitar 10% kasus dilaporkan memerlukan tranplantasi hati. [6]



3. Beberapa hipotesis yang ada saat ini:

- Ada virus “baru” atau virus lama yang berubah pola infeksinya atau menjadi lebih ganas. Dalam wabah hepatitis akut saat ini, sementara yang dicurigai adalah “Adenovirus”. Adenovirus merupakan virus umum penyebab berbagai penyakit dari batuk pilek hingga infeksi mata. Pada kasus hepatitis akut saat ini, Adenovrirus F type 41 yang teridentifikasi dalam banyak kasus. Adenovirus type 41 umumnya menyebabkan diare, muntah, demam, tetapi selama ini tidak dikenal sebagai penyebab hepatitis akut pada anak-anak yang sehat.

- Karena memang masih dalam masa pandemik, kejadian hepatitis akut ini diduga juga berhubungan dengan infeksi Covid-19. Adanya riwayat pasca infeksi dari Covid-19 pada pasien anak di Israel, dan adanya kasus dengan ko-infeksi dari SARS-CoV-2 dan adenovirus, menjadi salah satu faktor yang mendapat perhatian saat ini. Apakah hepatitis akut ini juga bagian dari gejala pasca infeksi Covid atau yang dikenal sebagai long Covid juga sedang dalam penelitian.

Meski hubungan dengan infeksi Covid-19 masih diselidiki, hubungan dengan vaksin Covid-19 saat ini disingkirkan. Dari laporan yang ada, kejadian hepatitis akut ini sebagian besar terjadi pada anak-anak yang belum menerima vaksinasi Covid-19. Kebanyakan kasus terjadi di rentang usia 1-6 tahun yang memang tidak termasuk target untuk menerima vaksin Covid-19. [1,7,8]



4. Bagaimana mencegah hepatitis akut ini?

Saat ini jalur penularan yang jelas belum diketahui. Waspada dengan gejala-gejala hepatitis akut, secepatnya kontak dengan institusi kesehatan jika ada gejala yang dicurigai. Penularan virus secara umum (kontak langsung, penyebaran droplets dsb) bisa diantisipasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Jaga kebersihan dan jangan lupa ingatkan sering cuci tangan, terutama pada anak-anak.

--

Demikian rangkuman data saat ini. Meski banyak yang belum kita ketahui, tapi dengan mengerti lebih baik masalah yang ada, semoga kita bisa mengantisipasi dengan lebih baik juga seandainya kita harus berhadapan dengan masalah tersebut.









“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise”

Tokyo, 4 Mei 2022

Dr. Kathryn Effendi



References:

1. https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2022-DON376

2. https://www.mhlw.go.jp/content/10906000/000935327.pdf

3. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220501/3939769/masyarakat-agar-waspada-setelah-3-pasien-anak-dengan-hepatitis-akut-meninggal-dunia/

4. UK Health Security Agency. Technical briefing: Investigation into acute hepatitis of unknown aetiology in children in England

5. https://www.haaretz.com/israel-news/israel-examining-12-cases-of-kids-hepatitis-after-who-warning-1.10752779

6. https://news.yahoo.co.jp/byline/kutsunasatoshi/20220430-00293832

7. https://www.reuters.com/article/factcheck-vaccines-health-idUSL2N2WJ18L

8. https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/71/wr/mm7118e1.htm

Thursday, March 31, 2022

Antibody Titers After Covid-19 Vaccination

 Antibody Titers After Covid-19 Vaccination

Bertepatan dengan musimnya hanami, akhirnya puncak gelombang ke-6 pandemik mulai turun dan quasi-state of emergency di Jepang resmi dicabut. Semoga keadaan ini bisa bertahan cukup lama meski gelombang berikutnya sudah mengintai mengingat varian BA.2 Omicron sudah mulai meluas.

Di tulisan ini saya share update hasil uji klinis yang saya ikuti untuk mengukur titer antibody yang diinduksi oleh vaksin Covid-19. Semoga bisa jadi gambaran lebih gamblang bagaimana kenaikan antibody yang terjadi setelah vaksinasi. 

Sebelum menerima vaksin pertama di bulan Maret tahun lalu, saya diambil darahnya untuk cek titer immunoglobulin IgG terhadap Covid-19, dan setelah vaksin secara berkala dipantau titer antibody yang terbentuk.

Sebelum vaksin, titer saya di bawah ambang batas nilai antibody yang ditetapkan, atau dengan kata lain saat itu saya dianggap belum punya kekebalan terhadap Covid-19. Sekitar 3 minggu pasca suntikan dosis kedua, titer antibody saya naik cukup jauh melewati ambang batas nilai. Sayangnya, nilai antibody ini perlahan turun seiring dengan waktu.
Bulan Desember, pemerintah Jepang resmi melaksanakan vaksinasi ulangan (booster) untuk tenaga medis. Setelah menerima vaksinasi ulangan ini hasil titer antibody saya kembali naik tinggi melewati nilai setelah dua dosis vaksin sebelumnya. Setelah 8 minggu kemudian titer terlihat mulai menurun tapi masih lebih tinggi dari ambang batas nilai. [gambar atas]

Sampai kapan akan bertahan? Saya juga belum tahu, kita tunggu saja ya riset yang masih berlangsung.  

Jadi apa yang bisa diambil dari hasil ini?

1. Vaksinasi bisa menginduksi kenaikan titer antibody terhadap Covid-19.

Kenaikan titer antibody jelas terlihat sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksinasi ulangan booster juga terlihat berhasil menaikkan titer antibody lebih tinggi dibandingkan dengan titer antibody setelah dua dosis vaksinasi.

*Seluruh vaksinasi saya mendapatkan Pfizer, dan semuanya hampir tidak ada efek samping yang dirasakan. Meskipun begitu titer antibody saya tetap naik. Jadi teman-teman yang juga mengalami efek samping yang ringan, tidak usah khawatir, titer antibody tetap naik. Sebaliknya, yang mengalami efek samping beratpun bisa tenang, titer antibody tercatat naik lebih tinggi. 

2. Titer antibody Covid-19 perlahan turun seiring waktu.

Data yang tidak menyenangkan tapi memang fakta yang harus diterima. Sudah banyak studi yang melaporkan penurunan titer antibody setelah dua kali vaksinasi, dan kembali meningkat setelah vaksin ulangan [Ref1]

Setelah vaksin ulangan ke-3, seberapa jauh titer antibody akan kembali turun masih dalam pengamatan. Salah satu laporan yang sudah keluar berasal dari Israel, yang memang sudah terlebih dahulu melaksanakan program vaksinasi dan bahkan sudah memulai vaksinasi ulangan ke-4, data mereka menunjukkan kembali terjadi penurunan titer antibody setelah vaksin ke-3. Vaksin ke-4 bisa kembali menaikkan titer antibody, tetapi sepertinya angka kenaikannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kenaikan sebelumnya. [Ref2, 3]

Data-data yang masuk saat ini masih menjadi pengamatan banyak pihak. WHO sendiri Januari 2022 lalu mengeluarkan pernyataan “a vaccination strategy based on repeated booster doses of the original vaccine composition is unlikely to be appropriate or sustainable” [Ref4]

Kita tunggu bersama bagaimana perkembangan selanjutnya. Sementara itu, dari data yang memang sudah teruji saat ini, setidaknya jangan ragu ya melakukan vaksin komplit dua dosis.


---

Mungkin kemudian ada pertanyaan, kenapa sih ada vaksin yang bisa induksi imunitas dalam jangka waktu panjang dan ada yang hanya sebentar?

- Banyak faktor. Salah satunya, kemampuan mutasi dari virus. Semakin mudah virus tersebut bermutasi, semakin sulit vaksin bekerja karena target vaksinnya juga terus berubah. Contohnya virus campak (measles), protein di permukaan virus campak yang digunakan untuk masuk ke dalam sel induk menjadi kurang efektif jika ada mutasi, sehingga si virus memilih tidak mutasi. Ini memudahkan vaksin untuk mentargetkan protein tersebut dan kekebalan jangka panjang lebih mudah diinduksi. Biasanya vaksin campak diberikan saat usia balita, dan bisa bertahan lama hingga dianggap “lifelong immunity” [Ref5]  Begitupula dengan virus polio dan smallpox (cacar) yang memiliki kecepatan mutasi yang rendah sehingga bisa dikendalikan, bahkan dieradikasi dengan vaksinasi.

Berbeda dengan virus influenza, atau SARS-CoV-2. Kita tahu vaksin influenza dilaksanakan setiap tahun dengan isi varian yang berbeda; dan sekarang varian mutasi virus SARS-CoV-2 juga merajalela dengan cepat

- Faktor sel memori (B, T-cells). Ini merupakan pertahanan garis kedua dari tubuh yang penting karena bisa mendeteksi virus yang lolos melewati pertahanan pertama, saat antibody gagal mencegah masuknya virus ke dalam sel tubuh. Sistem pertahanan tubuh akan segera memanggil “killer T-cells” untuk membereskan si virus dan akan membuat sel memori untuk mengingat virus tersebut. Jika virus yang sama kembali datang, tubuh akan bisa bereaksi lebih cepat (adaptive immunity) [Ref6]

Adaptive immunity” inilah yang diduga berperan mencegah kondisi memburuk hingga kematian pada orang yang telah divaksinasi. [Ref 7] Vaksinasi bisa melatih sel memori. Dibandingkan dengan dua dosis vaksinasi, vaksinasi ulangan (Pfizer) dilaporkan efektif mencegah masuk RS (93%), mencegah perburukan (92%). [Ref 8, gambar bawah]
Sayangnya, mendeteksi T-cells dalam tubuh tidak mudah, sehingga tidak mudah juga mengambil korelasi antara vaksin dan kemampuan proteksi tubuh jangka panjang.

Pusing ya…? Sistem pertahanan tubuh memang merupakan sistem kerja yang sangat kompleks. Mekanisme molekular yang berinteraksi di dalamnya banyak, dinamis, dan sering sulit ditebak. Itu sebabnya kalau kita ingat, ada pasien Covid yang beresiko terkena badai sitokin (cytokine storm) dan ada yang tidak.  

PS: Ada yang suka manga “hataraku saibou” ?
Sel-sel imun tubuh digambarkan dalam karakter yang hidup. Contohnya “killer T-cells”, he is tough, masculine, and his motivation is clear, to eradicate all virus enemies; “helper T-cells”, his tasks are strategy planning, the main commander of the killer T division. Kalau dulu pelajaran imunologi pakai karakter begini, mungkin bidang ini bisa jadi lebih menyenangkan buat saya 😄

 

--

Semoga penjelasan saya bisa dimengerti ya. Salam sehat selalu.

“Stay Safe, Get Informed, and Be Wise”

Tokyo, 31 Maret 2022

References:

1. https://doi.org/10.1136/bmj.n3011

2. DOI: 10.1056/NEJMc2202542

3. https://news.yahoo.co.jp/byline/kutsunasatoshi/20220320-00287289

4. https://www.who.int/news/item/11-01-2022-interim-statement-on-covid-19-vaccines-in-the-context-of-the-circulation-of-the-omicron-sars-cov-2-variant-from-the-who-technical-advisory-group-on-covid-19-vaccine-composition#.

5. DOI: 10.1016/j.celrep.2015.04.054

6. https://theconversation.com/how-long-does-protective-immunity-against-covid-19-last-after-infection-or-vaccination-two-immunologists-explain-177309

7. JAMA. 2022;327(4):327–328 DOI: 10.1001/jama.2021.23726

8. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)02249-2