Tuesday, March 28, 2023

How will the Covid-19 pandemic end?


How will the Covid-19 pandemic end?


Masih jelas dalam ingatan, tiga tahun lalu kita kedatangan strain baru dari Coronavirus yang menyerang saluran pernafasan. Pada saat media briefing 3 Maret 2020, WHO mengatakan “This virus is not SARS, it’s not MERS, and it’s not influenza. It is a unique virus with unique characteristics.” Virus yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 ini menyebar dengan sangat cepat di berbagai belahan dunia, dan pada 11 Maret 2020, WHO resmi menyatakan Covid-19 sebagai pandemik. [Ref 1,2]

Sejak saat itu kita tahu bagaimana Covid-19 memakan banyak korban di berbagai negara, termasuk di Jepang, maupun di Indonesia. Pada saat Covid-19 mulai merajalela, kita belum tahu dengan baik bagaimana proses penularannya, seperti apa gejala khas yang ditimbulkan, seperti apa resiko yang harus dihadapi, belum punya obat yang efektif, dan semua orang belum punya kekebalan tubuh yang cukup menghadapi penyakit baru ini. Tidak heran, banyak korban berjatuhan karena Covid-19. Saya yakin orang-orang yang pernah merasakan berjuang hidup mati dengan ventilator di ICU pasti tidak akan gegabah komentar sembarangan meremehkan penyakit ini. Saya sendiri juga mengalami kehilangan saudara dan teman karena Covid-19. Rasanya dunia tidak sama lagi sejak pandemik ini datang.

Selama kurun waktu tiga tahun ini SARS-CoV-2 seolah berlomba melakukan mutasi untuk meloloskan diri dari mekanisme pertahanan tubuh. Varian Delta yang mencapai puncak penyebaran pada tahun 2021 menyebabkan angka kematian melonjak di banyak negara. Hasil penelitian menunjukkan orang yang terkena varian Delta beresiko lebih tinggi mengalami perburukan gejala hingga fatal. Kita beruntung, dominasi varian Delta akhirnya digantikan dengan varian Omicron yang meskipun lebih mudah menular tetapi memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan varian sebelumnya. [Ref 3]

Di lain pihak, tenaga kesehatan, ilmuwan dari berbagai bidang juga berlomba untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi penyebaran SARS-CoV-2. Salah satu terobosan besar di bidang kesehatan saat pandemik ini adalah penggunaan vaksin dengan basis teknologi mRNA. Sebenarnya metode vaksin dengan mRNA bukan teknologi yang tiba-tiba baru dibuat. “Hundreds of scientists had worked on mRNA vaccines for decades before the coronavirus pandemic brought a breakthrough.” Teknologi mRNA vaksin ini sebelumnya sudah ditujukan untuk membuat vaksin HIV, tetapi sifat mRNA yang rapuh, fragile, dan mudah terdegradasi menyebabkan transfer material mRNA ke dalam tubuh untuk berfungsi sebagai vaksin tidak mudah. Jalan panjang dan berliku untuk menggunakan teknologi mRNA ini akhirnya mendapat angin segar justru saat pandemik. Kenapa? Karena segala sumber daya penelitian yang ada dikerahkan untuk membuat vaksin baru yang cepat, relatif aman, dan efektif untuk mengatasi virus yang juga bermutasi dengan cepat. Kelebihan mRNA vaksin yang dapat dirancang menyesuaikan dengan pathogen yang berbeda-beda, dan dapat diproduksi dengan waktu lebih singkat dibandingkan vaksin konvensional membuat teknologi ini mendapat perhatian utama saat situasi pandemik. [Ref 4-6] Saat ini selain vaksin mRNA untuk varian awal SARS-CoV-2, kita juga sudah memiliki mRNA vaksin untuk varian baru Omicron (bivalent vaccine).

Saya mengikuti uji klinis untuk memantau antibody yang terbentuk dari vaksin Covid-19 yang saya terima. Titer antibody memang berangsur menurun sejak selesai vaksin komplit. Data penelitian yang ada menunjukkan mengambil booster minimal satu kali, dapat meningkatkan kembali titer antibody lebih tinggi dibandingkan hanya dua dosis primer. Mungkin ada yang masih ingat saya pernah menyebut “adaptive immunity”; ini yang diharapkan dari vaksinasi. Vaksinasi bisa melatih sel memori (B-cells, T-cells) yang merupakan pertahanan garis kedua dari tubuh. Mereka dapat lebih cepat bereaksi terhadap virus yang lolos masuk ke dalam tubuh dan mencegah perburukan, kematian pada orang yang telah divaksinasi.

Awal tahun 2023, WHO mengeluarkan pernyataan bahwa pandemik Covid-19 memasuki masa transisi. Banyak orang yang sudah memiliki imunitas yang tinggi terhadap Covid-19 (pasca infeksi langsung maupun melalui vaksinasi) dan membuat dampak dari Covid-19 terhadap angka kesakitan dan kematian berkurang. [Ref 7]

Di Jepang mulai bulan Mei 2023, direncanakan Covid-19 akan masuk kategori「5類」- Tipe 5. Ini berarti Covid-19 akan masuk dalam kategori yang sama dengan influenza musiman, RS virus, rubella/campak German, cacar air, dan penyakit tangan-kaki-mulut (HFMD). Tindakan medis dan hukum terhadap Covid-19 akan berubah. Rekomendasi rawat inap, kontak erat, subsidi medis akan berubah. Biaya pengobatan dan vaksinasi yang selama ini ditanggung penuh oleh pemerintah akan menjadi sebagian ditanggung oleh pasien sendiri. [Ref 8]
Pemakaian masker juga sudah bebas berdasarkan penilaian individual. Saya sertakan di gambar, reminder supaya kita bisa bertindak bijaksana terkait penggunaan masker.




Apakah Covid-19 akan hilang begitu saja?
Meski dampak Covid-19 berkurang, kasus positif masih terus menerus ada. Kita sepertinya memang harus beradaptasi untuk menerima kehadiran penyakit baru, Covid-19.
Sejarah juga menunjukkan bahwa penyakit infeksi menular memiliki kemampuan untuk berevolusi dan bisa muncul tak terduga kapan saja. [Ref 9]

Spanish flu 1918, Polio 1948-1955, Mexico swine’s flu 2009, Hong Kong SARS 2003, Ebola outbreak 2013, dsb. Mari belajar dari sejarah dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Covid-19 sudah memberikan banyak data dan ilmu yang bisa kita pelajari untuk persiapan jika suatu saat muncul pandemik baru.

Jangan sampai kita mengulang sejarah yang buruk hanya karena misinformasi kesehatan. Akhir tahun 2022 Indonesia kembali menetapkan kejadian luar biasa (KLB) Polio setelah delapan tahun dinyatakan bebas polio oleh WHO. [Ref 10]. Kita tahu bagaimana dampak fatal polio; sayang sekali jika kita tidak bisa belajar dari sejarah untuk proteksi diri lebih baik.

Hal yang sama dengan Covid-19. Apa yang kita ajarkan ke generasi muda saat pandemik ini kelak akan jadi bekal mereka dalam menghadapi berbagai penyakit baru.

---

Saya berharap status pandemik segera berakhir dan ini menjadi tulisan penutup saya tentang Covid-19. Semoga sedikit banyak teman-teman di sini bisa mendapatkan informasi yang baik ya dari semua yang pernah saya tulis.


Get informed and be wise, always.

Tokyo, 28 Maret 2023

#kesehatanwibj

#wibjcovid19


Referensi:

1. Media briefing 3 Maret 2020 (https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---3-march-2020)

2. Media briefing 11 Maret 2020 (https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020)

3.https://www.yalemedicine.org/news/covid-19-variants-of-concern-omicron

4. https://www.nature.com/articles/d41586-021-02483-w

5. https://www.nytimes.com/2022/01/15/health/mrna-vaccine.html

6. https://www.medicalnewstoday.com/articles/mrna-vaccine-vs-traditional-vaccine#comparison

7. https://www.who.int/news/item/30-01-2023-statement-on-the-fourteenth-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-emergency-committee-regarding-the-coronavirus-disease-(covid-19)-pandemic
8. https://www.asahi.com/relife/article/14830996

9.https://theconversation.com/three-years-on-the-covid-pandemic-may-never-end-but-the-public-health-impact-is-becoming-more-manageable-198013

10. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c041gz8kkx1o

Sunday, November 13, 2022

Seasonal Influenza – 2022/2023

 Seasonal Influenza – 2022/2023

Memasuki musim gugur. Di berbagai tempat sudah dibuka kembali pendaftaran untuk vaksinasi influenza. Strain dalam vaksin influenza untuk musim dingin tahun 2022/2023:

A/Victoria(ビクトリア) /1/2020(IVR-217)(H1N1)pdm09

A/Darwin(ダーウィン) /9/2021 (SAN-010)(H3N2)

B/Phuket (プーケット) /3073/2013 (山形系統)

B/Austria(オーストリア) /1359417/2021BVR-26)(ビクトリア系統)

Ada 2 perubahan isi strain dari tahun lalu; di type A/H3N2 dan di type B strain Victoria.

Apakah kasus influenza akan naik kembali tahun ini? saya juga tidak tahu. Tapi, prediksi dari banyak ahli, ada kemungkinan akan naik. Australia yang sudah memasuki musim dingin terlebih dahulu bulan Juli-Agustus 2022 ini mengalami lonjakan kasus influenza yang cukup parah setelah tahun-tahun sebelumnya sempat rendah pada masa pandemik Covid-19. Beberapa teman saya di Australia terkena influenza, bergiliran dengan Covid-19.

Selain itu, mulai longgarnya aturan berkumpul dalam ruangan, pemakaian masker, dan kembali masuknya turis dari berbagai negara juga diprediksi akan membawa kembali peredaran virus influenza ke Jepang.

---

Saya pernah tulis sebelumnya tentang kenapa influenza ini selalu bikin heboh, padahal biasa aja orang sering bilang kena “flu”. Saya tulis kembali di sini dengan modifikasi.

Influenza ini BUKAN batuk pilek biasa (batpil, common cold, atau “kaze”, kata orang Jepang). Penyebab virusnya berbeda seperti yang saya cantumkan di tabel. Jadi kalau orang Jepang dengar kita dengan santainya bilang lagi “flu”, jangan heran mereka bisa kaget dan langsung jaga jarak.

“Terus, kenapa influenza mesti diwaspadai?”. Jawabnya simple, “influenza can kill you”. Tahun 1918 ada pandemik influenza dikenal dengan nama “Spanish flu”. Saat itu virus influenza sanggup membunuh 25 juta orang hanya dalam waktu 25 minggu sejak terjadinya wabah (bandingkan dengan virus HIV/AIDS yang juga bisa membunuh 25 juta orang, tapi dalam 25 tahun). Begitu cepatnya virus influenza menyebar dan membunuh sekian banyak orang sehingga pandemik saat itu digambarkan sebagai “The greatest medical holocaust in history. The mother of all pandemics” [Ref 2,3]

Kejadian Spanish flu ini yang kemudian dijadikan patokan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama saat pandemik Covid-19 mulai tiga tahun lalu. Covid-19 sendiri dikatakan sudah mengambil alih rekor angka kematian yang disebabkan oleh Spanish flu di penduduk Amerika. [Ref 4]

Pandemik influenza tahun 1918 tersebut disebabkan oleh virus tipe A/H1N1. Wabah influenza yang disebabkan oleh virus H1N1 ini sempat terjadi lagi tahun 2009, dikenal dengan nama “2009 swine flu, Mexico’s swine flu”. Saat itu WHO mengumumkan status “worldwide pandemic alert” dan mengeluarkan larangan untuk tidak berpergian ke Mexico.  Jepang mengeluarkan kebijakan untuk memantau semua pendatang dari negara-negara yang dilaporkan ditemukan kasus swine flu. Untungnya saat itu public health response lebih sigap sehingga wabah bisa segera dikendalikan. Vaksin terhadap strain H1N1 tersebut juga segera dibuat dan hingga sekarang turunan strain H1N1 ini selalu dimasukkan dalam isi vaksin influenza setiap tahun.

Selain strain H1N1, strain influenza lain yang pernah tercatat menyebabkan wabah adalah tipe A/H3N2. Strain H3N2 ini pernah menyebabkan wabah di Hong Kong tahun 1968-1969, Fujian-China tahun 2003-2004, dan terus muncul di hampir setiap musim influenza.  [Ref 6].

Virus influenza punya kemampuan yang dikenal dengan istilah “antigenic drift”. Disini virus konsisten membuat perubahan/mutasi genetik kecil (small changes) di permukaan protein virus. Akibatnya, antibody tubuh bisa gagal mengenali dan si virus lolos dari sistem pertahanan tubuh.  Antigenic drift ini juga yang menjadi alasan kenapa orang bisa terkena influenza beberapa kali, dan kenapa isi vaksin influenza sendiri setiap tahunpun juga berubah. Isi vaksin influenza biasanya disesuaikan dengan data strain virus influenza yang sedang atau diperkirakan akan mewabah pada tahun tersebut. Oh ya, sejak tahun 2008 kita punya pusat global terpadu tempat pencatatan dan pemantauan data genomic influenza virus yang dikenal sebagai GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data). Saat pertama kalinya Covid-19 merebak, para ahli sempat kebingungan bagaimana share data genomic virus SARS-CoV-2 dan akhirnya pinjam tempat di GISAID. Dari sinilah data genomic SARS-CoV-2 bisa diakses oleh seluruh peneliti di berbagai dunia, dan berbagai penelitian bisa dimulai hingga akhirnya menghasilkan vaksin Covid-19. [Ref 7]

Covid-19 sendiri sepertinya akan mirip polanya dengan influenza karena virusnya juga secara konsisten mengalami mutasi. Tapi, jangan berkecil hati. Ilmu pengetahuan medis, genetik, epidemiologi, dan teknologi juga berkembang. Para ahli di berbagai negara berusaha sebaiknya mengatasi berbagai penyakit. Tinggal sisanya apakah kita akan ikut mendukung dan berupaya belajar dari ilmu pengetahuan yang terus berkembang, atau ya jalan di tempat berbekal informasi yang mungkin sudah tidak tepat lagi? Balik ke diri masing-masing deh ya.




Salam sehat selalu,

Tokyo, 07 Oktober 2022

Dr. Kathryn Effendi

References:

1. https://www.forbes.com/sites/brucelee/2022/08/20/australias-bad-flu-season-raises-twindemic-concerns-for-us-winter-2022/

2. https://en.wikipedia.org/wiki/Spanish_flu

3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3291398/

4. https://www.nationalgeographic.com/history/article/covid-19-is-now-the-deadliest-pandemic-in-us-history

5. https://en.wikipedia.org/wiki/2009_swine_flu_pandemic

6. https://en.wikipedia.org/wiki/Influenza_A_virus_subtype_H3N2

7. https://en.wikipedia.org/wiki/GISAID