Wednesday, May 20, 2020

Cancer Patients - Risks during Coronavirus Pandemic (Japan)


Cancer Patients - Risks during Coronavirus Pandemic (Japan)

Sudah pada bosan belum dengar berita Covid? :) Covid-19 diprediksi tidak akan hilang dengan mudah, mau tidak mau kita memang harus terbiasa ya dengan perubahan situasi yang ada. Di tulisan kali ini saya sharing informasi untuk pasien kanker, salah satu vulnerable groups yang juga sudah kena dampaknya.
The Japanese Cancer Association membentuk Working Group (bersama dengan The Japanese Cancer Therapy Society dan The Japanese Society of Clinical Oncology) untuk membahas masalah ini dan minggu lalu resmi mengeluarkan Q&A untuk pasien kanker. Berikut saya sarikan beberapa point yang menurut saya perlu diketahui pasien kanker dan keluarganya. Dan tentu saja juga untuk semua orang lain yang mendukung perjuangan penderita kanker.

1. Apakah pasien kanker lebih rentan terkena Covid-19?
Secara umum sistem kekebalan tubuh menurun pada pasien kanker, terutama yang sedang menjalani anti-cancer treatment. Ada studi yang menyatakan pasien Covid-19 dengan kanker, memiliki resiko lebih tinggi untuk memburuk (perlu perawatan di ICU dan bantuan mechanical ventilation) dibandingkan dengan pasien non-kanker. Jadi penting sekali untuk pasien kanker menjaga diri sedapat mungkin untuk tidak tertular Covid-19.

2. Bagaimana supaya pasien kanker tidak terkena Covid-19?

Secara umum sama seperti yang sudah kita tahu: sering cuci tangan, pakai masker, jaga kebersihan, hindari 3 tempat rawan penularan: (“
密閉 (mippei - tertutup, sealed) - 密集 (misshu - padat, crowd) - 密接 (missetsu - jarak dekat, close)” 
Khusus untuk pasien kanker, dihimbau untuk tidak mendatangi RS jika tidak ada kepentingan mendesak (misalnya, tidak perlu mengunjungi kerabat yang sedang dirawat di RS, dsb). Pemeriksaan yang tidak terlalu darurat bisa ditunda atau dilakukan melalui telepon/online medical treatment yang sudah mulai dilakukan juga di Jepang. Jika perlu datang ke RS, usahakan menggunakan kendaraan pribadi.

* Ini informasi resmi dari MHLW tentang online medical treatment:
https://www.mhlw.go.jp/stf/seisakunitsuite/bunya/kenkou_iryou/iryou/rinsyo/index_00014.html
* Jika ingin mencari Cancer Consulation Support Center:
https://hospdb.ganjoho.jp/kyotendb.nsf/fTopSoudan?OpenForm

3. Sebenarnya apa mekanisme penyebab infeksi Covid-19 menjadi berat?
Belum diketahui secara pasti mekanisme penyebabnya, sampai saat ini salah satu yang diduga biang keladinya adalah “cytokine storm”. Saat terjadi infeksi dalam tubuh, sel darah putih akan mengaktifkan sel sel inflamatory (cytokines) yang berguna untuk melawan virus/bakteri yang masuk. Sayangnya, jika terjadi overproduksi dari cytokines, malah bisa berakibat fatal. Dari data laporan yang ada, diduga orang yang memiliki kadar IL-6 (Interleukin 6 –komponen utama dari cytokines) tinggi lebih rentan mengalami “cytokine storm” sehingga sekarang kadar IL-6 dalam darah menjadi salah satu patokan untuk memantau resiko pada pasien Covid-19
PS: Saat ini clinical trials sedang berlangsung menggunakan Tocilizumab (Actemra) – obat rheumatoid arthritis- untuk kasus Covid-19 yang berat, obat ini bekerja sebagai inhibitor untuk IL-6.  

4. Bagaimana pemeriksaan yang harus dilakukan jika saat ini ada dugaan kanker?
Jika seseorang dicurigai kemungkinan besar kanker, pemeriksaan yang diperlukan akan dilakukan sesuai rencana. Tetapi jika kemungkinan kanker kecil, ada kemungkinan pemeriksaan bisa ditunda. Hal ini harus didiskusikan dengan dokter yang menangani.
*Pemeriksaan untuk cancer screening, 人間ドック, jika tidak mendesak bisa ditunda. Pemeriksaan seperti endoskopi atau contrast enhanced ultrasound (CEUS) misalnya, dianggap beresiko karena ada kontak dekat antara pasien dengan petugas medis sehingga termasuk pemeriksaan yang perlu dibatasi selama wabah Covid-19 ini.

5. Jika sedang menjalani pengobatan kanker saat ini, apakah sebaiknya ditunda? Bagaimana dengan rencana operasi?
Ini tergantung dari tipe kankernya, kondisi fisik pasien, tujuan dan situasi status pengobatan yang ada. Perlu analisa dan diskusi dari dokter yang menangani. Jangan menghentikan sendiri pengobatan yang sedang berjalan.

Pada kasus kanker stadium dini (early stage), menunda operasi sementara bisa dianggap pilihan aman saat ini. Ada laporan yang menunjukkan pasien pasca operasi lebih beresiko memburuk jika terkena Covid-19. Diskusikan dengan dokter yang menangani alternatif pengobatan yang ada selain operasi. Tehnik ablasi untuk kanker hati misalnya, yang dianggap “non-aorosol generating procedure” bisa dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti operasi. Begitupula dengan pengobatan kanker lainnya. Di beberapa kasus seperti kanker prostat atau kanker payudara stadium dini yang bisa responsive dengan alternatif hormonal terapi, juga bisa dipertimbangkan sementara menunda radiotherapy, dsb. Jadi selalu komunikasikan dengan dokter yang menangani, bagaimana sebaiknya kelanjutan pengobatan yang dilakukan.

--
Demikian kira kira gambaran umum apa yang perlu diketahui pasien kanker di masa Covid-19 ini. Untuk detil pastinya tergantung jenis kanker, stadium, kondisi perawatan yang sedang berlangsung, mapun kondisi pasien masing masing. Selain pasien kanker, pasien pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh juga sudah terkena dampak dari Covid-19. Masih ingat ya di tulisan sebelumnya saya tentang kelangkaan obat untuk pasien LUPUS karena dianggap salah satu potential treatment untuk Covid-19, meski sampai sekarang belum resmi jelas efektivitasnya.

Kita yang sehat kadang lupa dan memikirkan diri sendiri. Banyak yang stok berlebih obat sendiri, banyak yang sudah keluar kumpul ramai ramai dengan berbagai alasan, dsb. Mari kita ingat ada kelompok orang orang yang rentan dan butuh perhatian lebih saat pandemik ini. Kita berjuang bersama, biar sama sama juga kita semua bisa melewati pandemik ini dengan baik.

“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise

Tokyo, 19 May 2020

 Ref:
-日本癌学会:新型コロナウイルス感染症とがん診療について(患者さん向けQ&A
- Liang et al, The Lancet Oncology: Cancer patients in SARS-CoV-2 infection: a nationwide
analysis in China
- The 5th APASL COVID-19 Webinar: “How to manage HCC patients”



Thursday, April 16, 2020

Lupus Patients : Potential Victims of Covid-19


Lupus Patients : Potential Victims of Covid-19

Pernah dengar penyakit Lupus? 
Lupus adalah penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang sel sel sehat dan jaringan tubuhnya sendiri. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini sangat beraneka ragam tergantung jaringan tubuh yang diserang sehingga Lupus dikenal juga dengan sebutan "the great imitator" atau penyakit seribu wajah. Lupus bisa menyerang organ tubuh yang penting seperti jantung, paru, ginjal, maupun sistem saraf dan otak. Jika terlambat dikenali dan diatasi dengan baik, Lupus bisa berakibat fatal. Sampai saat ini Lupus belum bisa disembuhkan, tapi bisa dikendalikan sehingga orang dengan Lupus (Odapus) berada dalam kondisi remisi – kondisi dimana gejala berkurang atau hilang sehingga penderita bisa menjalankan aktivitas sehari hari.

Bagaimana mengendalikan Lupus?
Dengan berbagai obat yang sesuai untuk mengatasi gejala yang keluar. Kadang pasien Lupus butuh waktu sampai tahunan untuk bisa mendapatkan kombinasi obat obatan yang cocok untuk bisa mengatasi gejala Lupus yang dialami.
Selain obat obatan anti inflamasi, corticosteroid, immunosuppresants, dsb; obat antimalaria juga menjadi salah satu obat pilihan untuk Lupus. Obat antimalaria yang biasanya dipakai penderita Lupus contohnya: hydroxychloroquine (Plaquenil) dan chloroquine (Aralen). Obat antimalaria, melalui modulasi komponen sistem imun tubuh dapat membantu meminimalisir gejala Lupus yang timbul dan bahkan diharapkan bisa membantu mencegah Lupus menyerang organ tertentu seperti ginjal dan susunan saraf pusat.  

Apa hubungannya Lupus dengan Covid-19?
Salah satu obat yang dianggap potensial mengatasi Covid-19 adalah chloroquine - obat anti malaria. Meskipun sampai saat ini belum terbukti jelas secara ilmiah dan investigasi pun masih terus berlangsung; banyak orang yang sudah berbondong bondong membeli chloroquine dan bahkan meminumnya sendiri tanpa indikasi medis apapun selain dengan harapan bisa melindungi diri sendiri dari Covid-19. Akibatnya bisa ditebak, obat antimalaria yang memang dibutuhkan sehari hari oleh pasien Lupus ini hilang dari pasaran.

Bagaimana kondisi Odapus saat ini?
Pasien Lupus yang bergantung pada obat chloroquine dalam pengobatannya, tentu sudah kewalahan. Mereka sudah tidak mudah lagi membeli chloroquine, stok habis dimana mana.  Yayasan Lupus Indonesia melalui ketuanya, Tiara Savitri sudah bersuara mengenai hal ini:  

Begitupula di Amerika. Berikut kutipan dari artikel yang dikeluarkan dari kredibel medical journal, JAMA: 
“As we have learned from consumer behavior with toilet paper, hand sanitizers, and masks during the COVID-19 crisis, even as the supply of hydroxychloroquine increases, barriers for patients with lupus who are vulnerable may persist. Stockpiling of hydroxychloroquine to prevent or treat COVID-19, despite very limited evidence of benefit, thus exposes these patients to enormous risks.”

---
Saya secara khusus menulis artikel ini karena memang sudah ada odapus yang curhat masalah ini ke saya, dan saya berjanji untuk membantu menyebarluaskan kondisi ini supaya lebih banyak orang yang sadar. Jadi yuk, kita yang baca ini tulisan ini berusaha memberi edukasi ke keluarga dan teman teman lain untuk tidak gila gilaan memborong obat yang saat ini belum resmi pasti efektivitasnya, tetapi sudah membahayakan jiwa orang lain yang justru benar benar membutuhkan dengan segera obat tersebut.

“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise

Tokyo, 15 April 2020

Image: taken from 



UPDATE: 

Pencabutan izin darurat Hydroxychloroquine Sulfate dan Chloroquine Phosphate untuk mengobati pasien Covid-19

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20201118123707-37-202711/bpom-ri-cabut-izin-pakai-darurat-2-obat-covid-19-ini