Thursday, March 31, 2022

Antibody Titers After Covid-19 Vaccination

 Antibody Titers After Covid-19 Vaccination

Bertepatan dengan musimnya hanami, akhirnya puncak gelombang ke-6 pandemik mulai turun dan quasi-state of emergency di Jepang resmi dicabut. Semoga keadaan ini bisa bertahan cukup lama meski gelombang berikutnya sudah mengintai mengingat varian BA.2 Omicron sudah mulai meluas.

Di tulisan ini saya share update hasil uji klinis yang saya ikuti untuk mengukur titer antibody yang diinduksi oleh vaksin Covid-19. Semoga bisa jadi gambaran lebih gamblang bagaimana kenaikan antibody yang terjadi setelah vaksinasi. 

Sebelum menerima vaksin pertama di bulan Maret tahun lalu, saya diambil darahnya untuk cek titer immunoglobulin IgG terhadap Covid-19, dan setelah vaksin secara berkala dipantau titer antibody yang terbentuk.

Sebelum vaksin, titer saya di bawah ambang batas nilai antibody yang ditetapkan, atau dengan kata lain saat itu saya dianggap belum punya kekebalan terhadap Covid-19. Sekitar 3 minggu pasca suntikan dosis kedua, titer antibody saya naik cukup jauh melewati ambang batas nilai. Sayangnya, nilai antibody ini perlahan turun seiring dengan waktu.
Bulan Desember, pemerintah Jepang resmi melaksanakan vaksinasi ulangan (booster) untuk tenaga medis. Setelah menerima vaksinasi ulangan ini hasil titer antibody saya kembali naik tinggi melewati nilai setelah dua dosis vaksin sebelumnya. Setelah 8 minggu kemudian titer terlihat mulai menurun tapi masih lebih tinggi dari ambang batas nilai. [gambar atas]

Sampai kapan akan bertahan? Saya juga belum tahu, kita tunggu saja ya riset yang masih berlangsung.  

Jadi apa yang bisa diambil dari hasil ini?

1. Vaksinasi bisa menginduksi kenaikan titer antibody terhadap Covid-19.

Kenaikan titer antibody jelas terlihat sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksinasi ulangan booster juga terlihat berhasil menaikkan titer antibody lebih tinggi dibandingkan dengan titer antibody setelah dua dosis vaksinasi.

*Seluruh vaksinasi saya mendapatkan Pfizer, dan semuanya hampir tidak ada efek samping yang dirasakan. Meskipun begitu titer antibody saya tetap naik. Jadi teman-teman yang juga mengalami efek samping yang ringan, tidak usah khawatir, titer antibody tetap naik. Sebaliknya, yang mengalami efek samping beratpun bisa tenang, titer antibody tercatat naik lebih tinggi. 

2. Titer antibody Covid-19 perlahan turun seiring waktu.

Data yang tidak menyenangkan tapi memang fakta yang harus diterima. Sudah banyak studi yang melaporkan penurunan titer antibody setelah dua kali vaksinasi, dan kembali meningkat setelah vaksin ulangan [Ref1]

Setelah vaksin ulangan ke-3, seberapa jauh titer antibody akan kembali turun masih dalam pengamatan. Salah satu laporan yang sudah keluar berasal dari Israel, yang memang sudah terlebih dahulu melaksanakan program vaksinasi dan bahkan sudah memulai vaksinasi ulangan ke-4, data mereka menunjukkan kembali terjadi penurunan titer antibody setelah vaksin ke-3. Vaksin ke-4 bisa kembali menaikkan titer antibody, tetapi sepertinya angka kenaikannya tidak terlalu berbeda jauh dengan kenaikan sebelumnya. [Ref2, 3]

Data-data yang masuk saat ini masih menjadi pengamatan banyak pihak. WHO sendiri Januari 2022 lalu mengeluarkan pernyataan “a vaccination strategy based on repeated booster doses of the original vaccine composition is unlikely to be appropriate or sustainable” [Ref4]

Kita tunggu bersama bagaimana perkembangan selanjutnya. Sementara itu, dari data yang memang sudah teruji saat ini, setidaknya jangan ragu ya melakukan vaksin komplit dua dosis.


---

Mungkin kemudian ada pertanyaan, kenapa sih ada vaksin yang bisa induksi imunitas dalam jangka waktu panjang dan ada yang hanya sebentar?

- Banyak faktor. Salah satunya, kemampuan mutasi dari virus. Semakin mudah virus tersebut bermutasi, semakin sulit vaksin bekerja karena target vaksinnya juga terus berubah. Contohnya virus campak (measles), protein di permukaan virus campak yang digunakan untuk masuk ke dalam sel induk menjadi kurang efektif jika ada mutasi, sehingga si virus memilih tidak mutasi. Ini memudahkan vaksin untuk mentargetkan protein tersebut dan kekebalan jangka panjang lebih mudah diinduksi. Biasanya vaksin campak diberikan saat usia balita, dan bisa bertahan lama hingga dianggap “lifelong immunity” [Ref5]  Begitupula dengan virus polio dan smallpox (cacar) yang memiliki kecepatan mutasi yang rendah sehingga bisa dikendalikan, bahkan dieradikasi dengan vaksinasi.

Berbeda dengan virus influenza, atau SARS-CoV-2. Kita tahu vaksin influenza dilaksanakan setiap tahun dengan isi varian yang berbeda; dan sekarang varian mutasi virus SARS-CoV-2 juga merajalela dengan cepat

- Faktor sel memori (B, T-cells). Ini merupakan pertahanan garis kedua dari tubuh yang penting karena bisa mendeteksi virus yang lolos melewati pertahanan pertama, saat antibody gagal mencegah masuknya virus ke dalam sel tubuh. Sistem pertahanan tubuh akan segera memanggil “killer T-cells” untuk membereskan si virus dan akan membuat sel memori untuk mengingat virus tersebut. Jika virus yang sama kembali datang, tubuh akan bisa bereaksi lebih cepat (adaptive immunity) [Ref6]

Adaptive immunity” inilah yang diduga berperan mencegah kondisi memburuk hingga kematian pada orang yang telah divaksinasi. [Ref 7] Vaksinasi bisa melatih sel memori. Dibandingkan dengan dua dosis vaksinasi, vaksinasi ulangan (Pfizer) dilaporkan efektif mencegah masuk RS (93%), mencegah perburukan (92%). [Ref 8, gambar bawah]
Sayangnya, mendeteksi T-cells dalam tubuh tidak mudah, sehingga tidak mudah juga mengambil korelasi antara vaksin dan kemampuan proteksi tubuh jangka panjang.

Pusing ya…? Sistem pertahanan tubuh memang merupakan sistem kerja yang sangat kompleks. Mekanisme molekular yang berinteraksi di dalamnya banyak, dinamis, dan sering sulit ditebak. Itu sebabnya kalau kita ingat, ada pasien Covid yang beresiko terkena badai sitokin (cytokine storm) dan ada yang tidak.  

PS: Ada yang suka manga “hataraku saibou” ?
Sel-sel imun tubuh digambarkan dalam karakter yang hidup. Contohnya “killer T-cells”, he is tough, masculine, and his motivation is clear, to eradicate all virus enemies; “helper T-cells”, his tasks are strategy planning, the main commander of the killer T division. Kalau dulu pelajaran imunologi pakai karakter begini, mungkin bidang ini bisa jadi lebih menyenangkan buat saya 😄

 

--

Semoga penjelasan saya bisa dimengerti ya. Salam sehat selalu.

“Stay Safe, Get Informed, and Be Wise”

Tokyo, 31 Maret 2022

References:

1. https://doi.org/10.1136/bmj.n3011

2. DOI: 10.1056/NEJMc2202542

3. https://news.yahoo.co.jp/byline/kutsunasatoshi/20220320-00287289

4. https://www.who.int/news/item/11-01-2022-interim-statement-on-covid-19-vaccines-in-the-context-of-the-circulation-of-the-omicron-sars-cov-2-variant-from-the-who-technical-advisory-group-on-covid-19-vaccine-composition#.

5. DOI: 10.1016/j.celrep.2015.04.054

6. https://theconversation.com/how-long-does-protective-immunity-against-covid-19-last-after-infection-or-vaccination-two-immunologists-explain-177309

7. JAMA. 2022;327(4):327–328 DOI: 10.1001/jama.2021.23726

8. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)02249-2

Monday, February 14, 2022

Omicron? Delta? Kafunsho?

Omicron? Delta? Kafunsho?

Beberapa hari ini jumlah kasus positif Covid-19 di Jepang menurun dibanding minggu lalu. Semoga ini tanda baik permulaan kurva kasus mulai melandai ya.

Di tengah gelombang kasus varian Omicron, kita juga mulai memasuki musim pollen allergies alias kafunsho.

Mungkin sudah banyak yang berpikir, gawat …ini gejala mirip semua, bagaimana membedakannya?
Ya memang tidak mudah membedakan penyakit yang gejalanya mirip-mirip. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, untuk membedakan dokter perlu analisa menyeluruh, baik riwayat penyakit, gejala subyektif (symptoms) maupun obyektif (signs).

Gejala varian Omicron secara khusus sudah pernah saya tulis juga di tulisan sebelumnya, bisa cek di sana. Varian Omicron sendiri sudah punya adik ya. Varian pertama Omicron dikenal dengan istilah BA.1 sedangkan adiknya disebut BA.2 Dari preliminary analysis, si adik BA.2 menunjukkan kemampuan penularan yang lebih cepat dibandingkan si kakak.

Tes PCR tidak membedakan varian yang terkena. Hanya menunjukkan amplifikasi material genetik virus yang bisa terdeteksi melalui sampel yang diambil. Ini yang kita kenal dengan isitilah “Ct value”. Semakin rendah nilai Ct value, semakin banyak materi genetik virus yang ada dalam sampel. Hasil Ct value dalam rentang nilai tertentu yang sudah ditentukan akan memberikan hasil POSITIF.

Untuk membedakan pasti jenis varian apa yang terkena perlu genome sequencing. Ini makan waktu dan tidak semua sampel perlu dilakukan analisis genome.

(Saya pernah melakukan analisis genome untuk cek mutasi genetik pada salah satu gen penyebab kanker, …percayalah uban bisa tambah banyak dalam sekejap 😵). 


Meskipun kita tidak bisa tahu pasti terkena varian apa, tapi dari berbagai laporan yang ada kita sudah bisa mewaspadai gejala yang keluar. Untuk varian Omicron, gejala yang banyak dilaporkan antara lain: demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, hidung meler/tersumbat, nyeri otot. Sedangkan kehilangan indra perasa/penciuman dilaporkan lebih sedikit dibandingkan varian Delta sebelumnya.


** Sakit tenggorokan ini bahkan sudah mulai dianggap sebagai “predictor” untuk gejala dari varian Omicron.


Sudah pernah saya tulis sebelumnya, gejala Omicron mirip dengan batuk pilek biasa, yang gawatnya juga mirip dengan gejala kafunsho. Jadi gimana dong membedakan dengan kafunsho?
Jangankan masyarakat awam, dokterpun bisa pusing mikir gimana membedakan ini semua.

Well, berikut tips dari saya:

1. Kenali diri sendiri dengan baik.

Tingkat keparahan maupun gejala kafunsho bisa berbeda-beda tiap orang. Misal, biasanya kafunsho hanya mata gatal berair, tapi kali ini ada demam, ada hidung meler, dan apalagi ada sakit tenggorokan. Nah, ya harus siap-siap berpikir kemungkinan Covid.

2. Kenali situasi dengan baik.

Apakah di lingkungan terdekat ada yang sudah positif Covid dan kemungkinan besar sudah jadi orang dengan kontak erat (close contact)? Apakah hari ini laporan jumlah kafun tinggi dan memang banyak beraktivitas di luar ruangan? Riwayat penyakit merupakan salah satu bantuan penting dalam menegakkan diagnosis.

3. Siap berlaga.

Untuk yang sudah memang langganan kafunsho, mari siapkan antisipasi lebih cepat obat-obatan yang diperlukan. Penanganan yang cepat akan membuat gejala kafunsho bisa diatasi dengan lebih mudah, sekaligus bisa melindungi diri sendiri dari kemungkinan penularan Covid karena misalnya tangan harus bolak balik mengusap hidung atau mengucek mata yang gatal.

Berikut himbauan dari Japanese Society of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery:

[ご自身と周りの大切な方を守るためにも、オミクロン株が流行している今シーズンは、花粉症が本格化する前にお近くの耳鼻咽喉科医へご相談下さい。] – Sebelum memasuki puncak musim kafunsho, sebaiknya siapkan diri dulu konsultasi ke dr THT terdekat.

--

Semoga peak gelombang Omicron segera turun dan tahun ini kita semua bisa melewati musim kafunsho dengan baik ya. 頑張りましょう!


“Don’t Panic – Stay Alert – Get Informed, and Be Wise”

Tokyo, 13 Februari 2022


References:

1. https://news.yahoo.co.jp/byline/kutsunasatoshi/20220115-00277455

2. https://www.nbcchicago.com/news/local/heres-one-early-omicron-symptom-you-should-watch-for-as-infections-climb/2729427/

3. http://www.jibika.or.jp/citizens/covid19/kafunsho.html