Wednesday, May 5, 2021

Map of Tracked SARS-CoV-2 Variant in Japan

 Pergerakan Varian Mutasi SARS-CoV-2 di Jepang

Tidak terasa sudah setahun sejak saya bergabung dalam COVID-19 project team di tempat kerja saya. Project ini sendiri bertujuan untuk mempercepat penanganan COVID-19 di Jepang melalui gabungan kerja klinis dan riset aktif dari semua bidang medis yang terlibat; baik dari frontline, medical ethics, epidemiological, genome sequencing, serological diagnosis, therapeutic analysis (Avigan, Remdesivir trials, convalescent plasma, dsb) hingga prevention approaches. Saya sendiri lumayan keriting karena harus meluangkan banyak waktu untuk belajar topik-topik baru yang bukan bidang saya sebelumnya. Kalau lagi kecapekan kadang saya berasa …duh sampai kapan ya ini…sudah satu tahun, dan belum ada tanda tanda pandemik akan segera berakhir dengan cepat.😵

Virus SARS-CoV-2 ini juga terus berupaya meloloskan diri dari berbagai upaya yang kita lakukan. Variasi mutasi semakin lama semakin banyak sementara kita semua masih terbentur dengan berbagai kendala penanganan yang belum maksimal di banyak sektor. Beneran deh butuh kesabaran dan kerja keras dari kita semua (👈自分へのメッセージ).

 ---

Berikut saya coba cerita secara sederhana tentang pergerakan variant mutasi dari SARS-CoV-2 sejak awal ditemukan pertama kali di Jepang.

Dec 2019 – Mar 2020

Awal ditemukan kasus SARS-CoV-2 di Jepang, virus yang keluar merupakan turunan langsung dari virus yang awalnya ditemukan di Wuhan, China. Varian group yang tergolong “ancestor” ini diberi kode grup 19A, 19B (Nextstrain clade) warna ungu – ungu kebiruan. Kelompok ini yang sering kita dengar di televisi mendapat julukan sebagai “従来株” – juraikabu.

Mar 2020 – Oct 2020 – Dec 2020

Lambat laun penyebaran di Jepang meluas dan variant mutasi pun juga mulai terdeteksi satu demi satu. Variasi virus yang dominant di Jepang berasal dari group 20B (Nextstrain), Lineage B.1.1. (PANGO Lineages). Pergerakan virus yang diberi kode grup warna hijau ini jelas mulai terlihat meluas sejak Maret 2020, hingga akhirnya mendominasi strain virus di Jepang sepanjang tahun 2020.


Dec 2020 – Apr 2021

Akhir tahun 2020, kita mendengar adanya strain mutasi virus yang muncul di Inggris dan dikenal sebagai varian 501Y.V1, atau B.1.1.7, atau Variant of Concern (VOC)-202012 / 01. Varian ini diduga 30-50% lebih infeksius dibandingkan dengan varian lain yang sedang beredar dan meningkatkan resiko kematian hingga 64% [Ref1]. Ada beberapa key mutations di dalam genome virus, diantaranya N501Y yang diduga menyebabkan virus lebih mudah untuk menempel pada receptor sel tubuh manusia. Untungnya, vaksin mRNA yang dipakai saat ini diperkirakan masih efektif terhadap varian B.1.1.7 tersebut [Ref2].

Pergerakan virus ini diberi kode warna orange, dan kita bisa lihat hanya dalam waktu beberapa bulan varian mutasi virus ini sudah unjuk gigi, mulai naik mendominasi penyebaran virus di Jepang.

Varian 501Y.V2 (Afrika) atau B.1.351; varian 501Y.V3 (Brazil) atau lineage P1; maupun varian B.1.617 (India) juga sudah ditemukan di Jepang tapi saat ini pergerakannya belum meluas dibandingkan dengan varian dari UK.

Varian Afrika B.1.351 selain memiliki mutasi N501Y seperti varian Inggris, juga memiliki mutasi E484K. Mutasi E484K terjadi di area dekat spike (S) sehingga berpotensi merubah bentuk S-protein virus. Perubahan ini yang diduga bisa menyebabkan virus lolos dari vaksin, sistem kekebalan tubuh, atau neutralizing antibodies. Bahkan memang sudah ada laporan kalau vaksin AstraZeneca, yang saat ini sedang menunggu approval dari pemerintah Jepang, tidak efektif untuk varian Afrika ini [Ref3].

Varian B.1.617 atau インド変異株sebenarnya mempunyai banyak mutasi, tetapi saat ini sering disebut sebagai “double mutant”. Ini karena kebetulan ada dua tempat mutasi yang krusial yakni E484Q dan L452R. Mutasi E484Q ini jadi perhatian karena  terletak di lokasi yang sama dengan mutasi E484K di varian Afrika. Varian yang sedang mewabah di India ini sudah masuk list WHO menjadi “Varian of Interest” [4]. 

--

Pusing yaaa? Samaaaa …! saya juga. Dan semakin banyak varian yang keluar, akan semakin jauh dari harapan pandemik bisa selesai cepat. Mari tetap sebiasanya kita berusaha “tidak tertular dan tidak menularkan”.

Semoga tulisan ini sedikit banyak bisa membantu untuk kita lebih memahami bagaimana perkembangan COVID-19 di Jepang saat ini.

 💓

“Stay Safe, Get Informed, and Be Wise”

Tokyo, 6 Mei 2021

Dr. Kathryn Effendi

References:

Nextstrain (maintained by Center for Medical Genetics Keio University Hospital).

[1] https://www.bmj.com/content/372/bmj.n579

[2] https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2777785

[3] https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2102214?query=featured_home

[4] https://www.cnbc.com/2021/05/03/who-is-closely-monitoring-10-covid-variants-as-virus-mutates-around-the-world-.html

Thursday, April 22, 2021

COVID-19 Vaccines in Japan: Q & A – Part 2

 Report of Anaphylaxis Following COVID-19 Vaccination

Belakangan ini kasus COVID-19 di Jepang kembali naik. Di Osaka sudah mencetak rekor melewati 1000 kasus harian, Tokyo sudah kembali tembus 700 kasus. Pemerintah juga sudah mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali “State of Emergency”. 

Di lain pihak, pelaksanaan vaksin COVID-19 juga menghadapi tantangan. Stok yang terbatas, distribusi yang belum lancar, dan semakin banyak varian virus baru yang keluar juga beresiko membuat efektivitas vaksin berkurang. Saya sendiri sangat berharap secepatnya vaksin bisa menjangkau banyak orang di Jepang.

Untuk penerimaan vaksin, sekali lagi, jangan lupa pantau informasi dari pemda di wilayah tempat tinggal masing-masing. Karena jumlah vaksin yang tersedia masih terbatas, begitu dibuka reservasi, ada kemungkinan slot segera habis dengan cepat. Ini sudah terbukti dalam pelaksanaan vaksin lansia yang dimulai di Hachioji. Untuk bulan April, reservasi vaksin sudah habis hanya dalam 1~2 hari sejak dibuka.

Saran saya, pelajari dahulu informasi, Q &A vaksinasi, dsb yang sudah ada [Ref1]. Jadi begitu kupon vaksin datang, tidak bingung lagi apa ya kontra indikasinya, bagaimana harus isi formulir pemeriksaannya, apakah saya boleh ikut vaksin atau tidak, dsb. Setelah datang kupon, bisa segera reservasi di lokasi yang ditentukan. Jangan sampai ketinggalan kereta meski kita orang asing. Begitupula jika masih ragu apakah akan menerima vaksin atau tidak. Pakai kesempatan untuk belajar dan cari informasi dahulu, jangan sampai sudah reservasi malah akhirnya batal datang karena vaksin yang sudah dipersiapkan bisa terbuang percuma.

Berikut saya rangkum informasi terkait efek samping setelah vaksin COVID-19.

1.  Apa saja efek samping yang sering dilaporkan terkait vaksin Covid-19?

- Demam, sakit kepala

- Nyeri sendi, pegal, nyeri otot (terutama di area tempat suntikan)

- Rasa lelah, capek (malaise)

Hingga dua hari (48時間以内) pasca vaksinasi, gejala-gejala tersebut masih dianggap sebagai reaksi umum “normal” pasca vaksin. Tetapi, jika lebih dari dua hari atau diikuti dengan gejala seperti kehilangan indera pengecapan, penciuman, dsb dianjurkan untuk segera menghubungi institusi medis.

Dari data海外・ 国内における臨床試験 [Ref2], efek samping ini tercatat lebih banyak terjadi pada suntikan kedua dibandingkan suntikan pertama. Dari pengalaman saya, memang teman teman sejawat saya lebih banyak yang mengeluh keluar efek samping pasca dosis kedua.  Saya sendiri beruntung, baik suntikan pertama maupun kedua tidak ada efek samping yang terasa selain agak pegal linu di lengan tempat suntikan.

 Selain gejala di atas, ada reaksi alergi berat yang dikenal dengan istilah anafilaksis.

2. Apa sih reaksi anafilaksis?

Anafilaksis (anaphylaxis, アナフィラキシー) adalah reaksi alergi yang berpotensi membahayakan jiwa dan harus segera ditangani secepat mungkin. Anafilaksis bisa terjadi setelah pemberian vaksin, umumnya terjadi dalam hitungan menit hingga jam. Di Jepang, juga di Indonesia, setelah vaksinasi biasanya diminta untuk menunggu di area yang sudah ditentukan selama 30 menit untuk memantau kemungkinan reaksi anafilaksis yang terjadi.

3. Berapa besar kemungkinan anafilaksis terjadi?

Rate atau angka kasus anafilaksis di US dilaporkan 4.7 kasus/1 juta dosis suntikan (Pfizer-BioNTech) dan 2.5 kasus kasus/1 juta dosis (Moderna).

Di Jepang, sayangnya, kasus anafilaksis cukup tinggi dibandingkan di US. Dari laporan MHLW, terhitung sejak 17 Februari – 4 April 2021, tercatat 79 kasus diduga anafilaksis yang dilaporkan. Angka kasus di Jepang tercatat mencapai 72 kasus/1 juta dosis suntikan.   [Ref3]

Dari total 79 kasus yang dilaporkan, 8 orang pria dan 71 orang wanita. Tidak hanya di Jepang, di US juga kejadian anafilaksis sekitar 95% dilaporkan terjadi di wanita (female predominance).

Saat ini yang diduga menjadi biang keladi anafilaksis adalah komponen dari COVID-19 vaccine, polyethylene glycol (PEG atau dikenal juga sebagai macrogols). PEG maupun senyawa yang terkait dengannya banyak dipakai di dalam produk kosmetik, chemical peeling, dsb. PEG ini digunakan dalam teknologi mRNA vaksin (Pfizer dan Moderna) untuk membantu stabilisasi dan optimisasi mRNA ke dalam sel tubuh. Pasien yang mengalami anafilaksis di dosis pertama vaksin, tidak diperbolehkan menerima dosis kedua. Dan tidak dianjurkan menerima vaksin yang menggunakan komponen yang serupa. [Ref4]

4. Seperti apa gejala anafilaksis?

Biasanya yang sering keluar:

-  gatal, ruam (urticaria) di badan

- gejala sumbatan di jalan nafas (kesulitan bernafas, sesak nafas, “mengi” atau wheezing)

- kram, sakit perut, mual, muntah

- tekanan darah turun, pusing, atau bahkan pingsan


Tidak semua gejala efek samping yang keluar setelah vaksinasi disebut anafilaksis. Untuk masuk kategori sebagai gejala anafilaksis ada kiteria klinis yang harus dipenuhi. Secara medis kita mengenal istilah “Brighton Level”; untuk menganalisa apakah gejala yang timbul ini masuk kategori kasus anafilaksis. Jadi di Jepang misalnya, (17 Februari – 4 April 2021) tercatat 350 kasus efek samping yang dilaporkan, tapi hanya 79 kasus yang dikategorikan masuk kasus anafilaksis berdasarkan Brighton Level.

Saat ini di berbagai negara banyak clinical trials yang sudah dimulai untuk menilai antibody pasca vaksinasi. Hasil clinical trials diharapkan bisa memberikan informasi-informasi baru misalnya, untuk melihat apakah vaksin perlu dilakukan rutin setahun sekali seperti vaksin influenza.

Kebetulan saya ikutan clinical trials ini di tempat kerja. Sebelum vaksin nilai antibody saya lebih rendah dari batas threshold yang dipakai, jadi dianggap memang belum punya kekebalan terhadap COVID-19. Pasca vaksin secara berkala saya akan diukur nilainya, moga-moga memang ada peningkatan yang efektif. 結果を楽しみに待っています!

Saya sertakan pamphlet resmi dari MHLW dan saya akhiri ya cerita tentang vaksin COVID-19 di Jepang. Semoga bisa berguna untuk semuanya. 💗


--

Tokyo, 22 Maret 2021

Dr. Kathryn Effendi

#kesehatanwibj

#wibjcovid19

References:

[1] https://www.mhlw.go.jp/stf/seisakunitsuite/bunya/vaccine_tagengo.html

[2] https://www.mhlw.go.jp/stf/seisakunitsuite/bunya/vaccine_pfizer.html#002

[3] https://www.mhlw.go.jp/content/10906000/000767203.pdf

[4] https://www.sps.nhs.uk/articles/advising-individuals-with-allergies-on-their-suitability-for-pfizer-biontech-covid-19-vaccine/